Produk Pengetahuan > Artikel Populer
Produk pengetahuan berikut adalah karya atau kontribusi peneliti yang berkolaborasi dengan berbagai mitra dan diterbitkan bisa oleh PUI maupun mitra terkait.
2024-04-25
Mungkin sering kali kita mendapati diri kita atau anak-anak remaja di sekitar kita menghadapi tantangan dalam memilih makanan yang sehat. Namun, seberapa sadarkah mereka akan hak mereka untuk lingkungan makanan yang lebih sehat? Sebuah konsep penelitian yang menarik datang dari para peneliti di Pusat Inovasi Kesehatan (PIKAT) yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan ini dengan menggabungkan metode Photovoice dan konsep Meaningful Youth Participation (MYP). Seperti yang kita ketahui, lingkungan makanan memainkan peran penting dalam membentuk kebiasaan makan individu dan hasil kesehatan secara keseluruhan. Para remaja, khususnya, rentan terhadap pengaruh lingkungan makanan mereka, yang dapat memengaruhi kesehatan dan kesejahteraan jangka panjang mereka. Memahami kesadaran remaja tentang hak mereka atas lingkungan makanan yang lebih sehat sangat penting untuk mempromosikan keadilan pangan dan mengatasi disparitas kesehatan. Meaningful Youth Participation (MYP): Konsep Meaningful Youth Participation (MYP) menyoroti pentingnya melibatkan remaja dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi mereka secara langsung. Ini bukan hanya tentang memberi suara kepada remaja, tetapi juga memberikan mereka kesempatan yang bermakna untuk berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dan program yang memengaruhi hidup mereka. Dengan MYP, remaja menjadi mitra aktif dalam merumuskan solusi dan membuat keputusan yang memengaruhi masa depan mereka. Tujuan Penelitian: Tujuan utama dari studi ini adalah untuk mengeksplorasi evolusi kesadaran remaja tentang hak mereka atas lingkungan makanan yang lebih sehat melalui perspektif kritis terhadap lingkungan di sekitar mereka menggunakan metode Photovoice, sekaligus menerapkan prinsip-prinsip MYP. Tujuan khusus meliputi: - Menyelidiki situasi dan fakta tentang akses makanan yang lebih sehat dari perspektif kritis remaja sebagai masukan kebijakan pemerintah. - Menempatkan remaja sebagai aktor utama dalam menangkap narasi visual dari lingkungan makanan mereka menggunakan metodologi Photovoice. - Menghasilkan wawasan yang dapat menginformasikan kebijakan dan intervensi yang bertujuan untuk mempromosikan keadilan pangan dan meningkatkan hasil kesehatan remaja, dengan memperhatikan konsep MYP. Metodologi: Studi ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dengan menggunakan Photovoice sebagai metode pengumpulan data utama. Remaja berusia 13-18 tahun direkrut dari berbagai latar belakang sosial-ekonomi untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Peserta diberikan pelatihan Photovoice dan diinstruksikan untuk mengambil foto yang mewakili lingkungan makanan mereka dan merenungkan hak mereka untuk mengakses makanan bergizi, sekaligus mengintegrasikan prinsip-prinsip MYP dalam setiap tahap penelitian. Hasil: Penelitian ini telah menghasilkan pemahaman yang mendalam tentang kondisi makanan remaja, persepsi mereka terhadap lingkungan makanan, serta faktor-faktor yang memengaruhi pilihan dan perilaku makan mereka. Dengan melihat berbagai aspek ini, kami dapat menyimpulkan beberapa poin penting yang relevan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan remaja di masa depan. Pertama, penting untuk diakui bahwa remaja dari berbagai latar belakang menghadapi tantangan yang berbeda dalam mengakses makanan sehat. Ketersediaan, aksesibilitas, dan harga makanan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan remaja untuk membuat pilihan makan yang sehat. Oleh karena itu, kebijakan dan program intervensi perlu memperhitungkan perbedaan ini untuk memastikan bahwa semua remaja memiliki akses yang sama terhadap makanan bergizi. Kedua, kami menyoroti pentingnya meningkatkan kesadaran remaja akan hak mereka atas lingkungan makanan yang lebih sehat. Meskipun banyak remaja memiliki pengetahuan tentang pentingnya makanan sehat, kesadaran akan hak mereka untuk lingkungan makanan yang lebih sehat mungkin belum sepenuhnya terwujud dalam tindakan. Oleh karena itu, pendidikan dan advokasi perlu ditingkatkan untuk memperkuat kesadaran ini dan mendorong remaja untuk melakukan perubahan yang positif dalam perilaku makan mereka. Terakhir, penelitian ini menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih progresif dan intervensi yang lebih kuat untuk meningkatkan akses terhadap makanan sehat bagi remaja dan mengubah lingkungan makanan mereka menjadi lebih mendukung. Dukungan dari keluarga, pendidikan tentang gizi, dan kebijakan sekolah yang mendukung adalah faktor-faktor yang dapat memfasilitasi perubahan positif dalam perilaku makan remaja. Dengan demikian, melalui pemahaman yang lebih baik tentang kondisi makanan remaja dan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku mereka, kita dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan remaja, serta memastikan bahwa hak-hak mereka untuk lingkungan makanan yang lebih sehat diakui dan dilindungi.
2024-01-30
Kesehatan adalah hak fundamental yang harus dinikmati oleh setiap individu, dan makanan yang kita konsumsi memiliki dampak besar terhadap kesejahteraan kita. Dalam perjalanan menuju masyarakat yang lebih sehat, muncul inovasi menarik yang tidak hanya mengabadikan perubahan, tetapi juga membangkitkan kesadaran akan pentingnya makanan kemasan yang lebih sehat. Salah satu cara yang inovatif dan inspiratif adalah melalui Virtual Photovoice Exhibition. Photovoice adalah metode partisipatif yang memungkinkan individu menggunakan fotografi untuk merefleksikan dan menyampaikan pesan mereka. Dalam konteks peningkatan kesehatan masyarakat, Virtual Photovoice Exhibition menjadi platform luar biasa untuk menyuarakan hak atas kesehatan melalui makanan kemasan yang lebih sehat. Dengan menggabungkan teknologi digital dan seni visual, Virtual Photovoice Exhibition dapat menjadi media mengajak para peserta untuk merayakan perjalanan mereka dalam mewujudkan hak kesehatan. Melalui serangkaian foto, setiap peserta dapat berbicara tentang pengalaman mereka, tantangan yang dihadapi, dan upaya yang telah mereka lakukan dalam mendukung makanan kemasan yang lebih sehat. Pameran virtual ini tidak hanya tentang memajang foto-foto menarik, tetapi juga menjadi panggung untuk membahas isu-isu kesehatan yang berkaitan dengan makanan kemasan. Dengan setiap klik, para pengunjung dapat mendalami informasi, mendengarkan cerita inspiratif, dan terlibat dalam diskusi online yang membangkitkan kesadaran akan pentingnya memilih makanan kemasan yang lebih sehat. Virtual Photovoice Exhibition adalah panggilan kepada seluruh komunitas untuk bersama-sama mendorong perubahan. Melalui fotografi, peserta bisa mengungkapkan harapan mereka untuk perubahan positif dalam industri makanan kemasan. Inilah langkah awal yang memperkuat hak atas kesehatan dan memberikan dampak nyata di tengah-tengah masyarakat. Virtual Photovoice Exhibition merupakan sebuah inovasi yang dapat diimplementasikan dimana kita bukan hanya menjadi penonton, tetapi bagian dari gerakan yang menginspirasi. Merayakan hak atas kesehatan melalui makanan kemasan yang lebih sehat adalah langkah bersama menuju masa depan yang lebih cerah. Jangan lewatkan kunjungan ke PIKAT EXHIBITION untuk lebih banyak inspirasi dan perubahan positif!
2023-08-15
(Center for Public Health Innovation Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Yayasan Pusat Inovasi Kesehatan) Ibu kota Indonesia yaitu Jakarta kembali dinobatkan sebagai salah satu kota dengan tingkat polusi paling tinggi di dunia. Beberapa hari ini isu tersebut kembali hangat diperbincangkan akibat hasil analisis udara yang menunjukkan bahwa udara di Jakarta sudah beracun. Bukan hal yang mengagetkan lagi sebenarnya karena langit Jakarta yang selalu mendung. Dikiranya mendung eh ternyata tebalnya polusi yang sudah menjadi kabut di langit. Tentu saja fenomena ini sangat berbahaya ya karena manusia memerlukan oksigen yang dihirup melalui udara tiap harinya. Bisa dibayangkan kalau udara yang kita hirup mengandung banyak polutan, tentu saja akan mengganggu kesehatan paru-paru yang lambat laun akan menyebabkan permasalahan kesehatan. Beberapa hari terakhir aku mencoba mengukur kualitas udara di sekitar lokasi tempatku tinggal dan hasilnya cukup membuatku gelisah. Aku kira kualitas udaranya akan berada di zona hijau tapi ternyata menunjukkan hasil moderate dengan Indeks Kualitas Udara AQI sebesar 97 yang artinya kelompok rentan seperti ibu hamil, bayi, balita, lansia serta orang dengan penyakit pernafasan bawaan dianjurkan untuk menghindari aktivitas luar ruangan di daerah tersebut. Hal ini disebabkan adanya resiko yang tinggi gangguan pernafasan akibat polusi udara. (source: data pribadi penulis) Aku kemudian melakukan observasi terhadap daerah dengan indeks AQI moderate dan memang daerah ini sangat padat dengan kendaraan bermotor. Selain itu terkadang ada saja penduduk lokal yang membakar sampah di depan rumah mereka. Tentu saja perilaku ini memperburuk kualitas udara yang sudah buruk. Memang semenjak Pandemi COVID-19 usai, roda perekonomian seperti mengejar ketertinggalannya dan di negara dengan sistem transportasi umum yang belum berkembang, macet merupakan tanda perekonomian yang baik. Yah baik untuk standar ekonomi tapi tidak untuk lingkungan. Aspek sustainability perlu diperhatikan supaya kita tetap dapat bekerja namun tetap dengan dampak yang minimal terhadap lingkungan. Jadi apa sih yang bisa kita lakukan untuk mengurangi polusi udara di sekitar tempat tinggal kita? Kurangi penggunaan kendaraan bermotor: Sebagai pengingat juga untuk diri sendiri dan kita semua, sebaiknya kurangi penggunaan kendaraan bermotor apalagi untuk berpergian jarak dekat seperti ke warung. Jalan kaki sangat menyehatkan dan bisa menguatkan tulang dan otot kita. Ga pengen kan setelah tua kita menjadi lemah dan tidak mampu beraktivitas. Gunakan kendaraan bermotor hanya jika bepergian jarak jauh atau bekerja. Kurangi melakukan pembakaran sampah pribadi: Nah ini perilaku Masyarakat yang harus dibenahi. Asap pembakaran sampah dapat menganggu tetangga dan mencemari udara. Curhat sedikit, tadi pagi ketika baru bangun tidur aku ingin duduk santai depan rumah sambil menghirup udara pagi, tapi tetangga ternyata sudah sibuk membakar sampahnya depan rumah. Buyar sudah keinginan itu. Yuk hentikan perilaku bakar sampah dan sebaiknya ikut program manajemen sampah di lingkungan rumah kalian. Tanam pohon hijau di depan rumah: Menanam pohon atau tanaman di rumah memberikan banyak manfaat antara lain rumah menjadi asri dan mampu membersihkan udara di rumah dengan menyerap polutan dan zat beracun pada udara yang kotor. Rumah dengan pekarangan yang minim mungkin bisa menanam tanaman dalam pot dan pilih jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan baik dalam media tersebut. Initinya, hijaukanlah rumahmu untuk kesehatanmu. Yah beginilah kegelisahanku terkait mulai menurunnya kualitas udara di sekitar tempat tinggal. Aku berharap kita bisa menjaga lingkungan dan kualitas udara mulai dari lingkungan rumah kita dan berpikir jauh kedepan tentang kesehatan bumi. Semoga artikel ini bermanfaat untuk pembaca sekalian😊
2023-05-05
Staf Riset di Center for Public Health Innovation Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan Staf Riset di Yayasan Pusat Inovasi Kesehatan (PIKAT) Tentunya kalian sudah tidak asing dengan istilah stunting? Iya, suatu kondisi tinggi badan atau panjang badan yang pendek atau kurang jika dibandingkan dengan umur pada anak balita. Dalam situs Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) menyebutkan bahwa stunting terjadi akibat kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting ini dapat terjadi sejak masih dalam kandungan dan terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Anak yang mengalami stunting baru akan terlihat setelah anak berumur 2 tahun. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Beal et.al (2018) disebutkan bahwa anak yang mengalami stunting juga berdampak pada perkembangan motorik dan mental yang terlambat serta kemampuan kognitif yang tidak maksimal sehingga kerap kali menyebabkan prestasi belajar anak menjadi buruk. Selain itu, dalam situs Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) juga menyebutkan bahwa efek jangka panjang dari stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi yaitu faktor risiko terjadinya diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi. Lalu, bagaimana sih kasus stunting di Indonesia? Dalam beberapa tahun terakhir ini, diketahui bahwa prevalensi stunting di Indonesia mengalami penurunan. Mengutip dari situs Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2023) menyebutkan data hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022 diketahui bahwa prevalensi stunting di Indonesia mengalami penurunan dari 24,4% pada tahun 2021 menjadi 21,6% pada tahun 2022. Menurunnya prevalensi stunting ini merupakan prestasi seluruh komponen bangsa Indonesia. Berarti perjuangan melawan stunting di Indonesia sudah selesai? BELUM! Meskipun trend stunting di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun, tetapi hal ini masih berada di bawah rekomendasi World Health Organization (WHO) yaitu prevalensi stunting harus di angka kurang dari 20%. Selain itu, masih terdapat sekitar 1 dari 5 anak Indonesia yang masih mengalami stunting sehingga permasalahan stunting ini masih menjadi fokus utama pemerintah Indonesia dalam bidang kesehatan yang mendapatkan perhatian khusus. Hmm, memang apa sih penyebab terjadinya stunting? Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yanti et.al (2020) menyebutkan bahwa faktor risiko terjadinya stunting dibagi menjadi 3 kategori yaitu (1) Pengetahuan ibu dan pola asuh orang tua; (2) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan status gizi terhadap stunting; (3) Dan status ekonomi keluarga. Penjelasannya sebagai berikut: Pengetahuan ibu dan pola asuh orang tua: Pengetahuan ibu secara tidak langsung berhubungan dengan kejadian stunting pada anak. Hal ini dikarenakan ibu dengan pengetahuan yang baik akan lebih mempertimbangkan gizi yang baik untuk anaknya. Selain itu, pola asuh orang tua juga secara tidak langsung dapat berkontribusi terhadap terjadinya stunting pada anak. Pola asuh yang kurang baik seperti praktik pemberian makan dan praktik kebersihan dan kesehatan yang kurang baik memiliki risiko yang lebih tinggi anak mengalami stunting. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan status gizi terhadap stunting: BBLR merupakan salah satu faktor risiko paling dominan terhadap kejadian stunting pada anak. BBLR merupakan sebuah kondisi berat badan bayi kurang dari 2,5 kg. BBLR biasanya dapat terjadi pada bayi yang lahir prematur ataupun mengalami gangguan perkembangan ketika di dalam kandungan. Hal ini menjadi perhatian serius terhadap kebutuhan gizi ibu saat hamil. Bukan hanya itu, status gizi anak juga berkaitan langsung dengan stunting. Anak dengan tingkat kecukupan protein dan zat besi yang kurang, memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami stunting. Status gizi ini sangat berhubungan dengan ketahanan pangan sehingga semakin baik ketahanan pangan suatu keluarga maka cenderung memiliki status gizi yang baik Status ekonomi keluarga: Keluarga dengan status ekonomi yang kurang, cenderung memiliki daya beli yang kurang terhadap makanan yang memiliki zat gizi yang baik. Hal ini menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi makro dan mikro. Padahal jika mengalami kekurangan gizi pada ibu hamil maupun balita tentu dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting pada anak. Yuk Cegah Stunting pada anak dengan ABCDE! Sebelumnya, pemerintah Indonesia dalam mengatasi terjadinya stunting mempunyai dua metode yaitu intervensi secara spesifik dan intervensi secara sensitif. Namun, dalam artikel ini akan membahas lebih lanjut tips mencegah stunting pada anak menggunakan formula ABCDE yang juga digaungkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Apa sih itu Formula ABCDE? ABCDE merupakan sebuah tips yang dapat digunakan untuk meminimalisir potensi stunting pada anak, diantaranya: Aktif minum Tablet Tambah Darah (TTD): Bagi remaja putri diharapkan untuk mengonsumsi TTD 1 tablet setiap seminggu sekali. Sedangkan konsumsi TTD bagi ibu hamil diharapkan 1 tablet setiap hari (minimal 90 tablet selama kehamilan). Bumil teratur periksa kehamilan minimal 6 kali: Ibu Hamil diharapkan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 6 kali dengan 2 kali oleh dokter menggunakan USG. Cukupi konsumsi protein hewani: Bagi bayi berusia di atas 6 bulan diharapkan untuk mengonsumsi protein hewani setiap hari. Datang ke Posyandu setiap bulan: Melakukan pemantauan pertumbuhan (timbang dan ukur), perkembangan serta imunisasi balita ke posyandu setiap bulan. Eksklusif ASI 6 bulan: Berikanlah ASI eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan hingga usia 2 tahun. Sekarang sudah paham kan dengan formula ABCDE untuk meminimalisir potensi stunting pada anak. Yuk bersama kita lakukan ABCDE untuk menyehatkan dan mencerdaskan generasi Indonesia masa depan! Referensi Beal, T., Tumilowicz, A., dan Sutrisna, A. 2018. A Review of Child Stunting Determinants in Indonesia. Maternal Child Nutrition. 14 (4): 1-10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Mengenal Stunting dan Gizi Buruk. Penyebab, Gejala, dan Mencegah. Diakses dari https://promkes.kemkes.go.id/?p=8486. Diakses pada tanggal 2 Mei 2023 (11:13). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2023. Prevalensi Stunting di Indonesia Turun ke 21,6% dari 24,4%. Diakses dari https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230125/3142280/prevalensi-stunting-di-indonesia-turun-ke-216-dari-244/. Diakses pada tanggal 2 Mei 2023 (10.58). Yanti, N.D., Betriana, F., Kartika, I.R. 2020. Faktor Penyebab Stunting Pada Anak. Real in Nursing Journal (RNJ). 3 (1): 1-10.
2023-05-01
Staf Riset di Center for Public Health Innovation Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan Staf Riset di Yayasan Pusat Inovasi Kesehatan (PIKAT) Saat ini masyarakat Bali tengah dihebohkan dengan adanya pemberitaan terkait Meningitis Streptococcus suis (MSs) yang disebabkan oleh mengonsumsi olahan daging babi. Salah satu berita yang ramai diperbincangkan saat ini yaitu satu keluarga di Kabupaten Gianyar yang terjangkit MSs seusai menyantap lawar plek. Hebohnya berita mengenai MSs ini tentu harus dibarengi dengan pemberian informasi dan edukasi yang lengkap dan akurat kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak menjadi panik dan takut bahkan cenderung phobia untuk mengonsumsi daging babi. Terlebih hal ini juga dapat berdampak negatif terhadap pedagang daging babi maupun produk olahannya. Sebelumnya, apa sih itu Meningitis Streptococcus suis (MSs)? MSs merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus suis (S.suis) yang memiliki reservoir alami pada babi dan ditularkan melalui kontak langsung dengan babi terinfeksi maupun mengkonsumsi produk babi yang sudah terkontaminasi S.suis (Samkar et. al., 2015). Lalu, setelah sekian lama masyarakat Bali mengonsumsi daging babi, kenapa MSs ini baru ditemukan di Bali? MSs bukanlah kasus baru yang ditemukan di Bali, akan tetapi kasus pertama MSs di Bali telah dilaporkan terjadi pada tahun 2014 dan setelah itu kejadiannya cenderung mengalami peningkatan sehingga infeksi S.suis perlu diwaspadai (Susilawathi et.al., 2016). Sedangkan di tahun 2023 saat ini, kasus MSs ini kembali terjadi di Bali. Laporan kasus suspek MSs di Provinsi Bali dari Bulan Januari sampai dengan tanggal 24 April 2023 yaitu sebanyak 38 kasus dengan rincian 27 kasus di RSUD Sanjiwani, 5 kasus di RSU Negara, 2 kasus di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah dan 4 kasus di RSUD Bali Mandara (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2023). Lantas, apa sih penyebab dari MSs? Sebelum membahas mengenai penyebab MSs ini. Perlu juga diketahui penyebab dan jenis-jenis dari meningitis diantaranya meningitis virus, bakteri, jamur, parasit dan non infeksi. Sedangkan khusus untuk meningitis bakteri penyebabnya juga ada beberapa macam seperti Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, dan Neisseria. Untuk MSs yang ramai diberitakan saat ini disebabkan oleh S.suis akibat mengonsumsi olahan daging babi yang tidak dimasak dengan sempurna. Hal ini dikarenakan bakteri S.suis ditemukan pada daging dan darah babi yang masih mentah seperti halnya pada lawar plek (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2023). Dari pembahasan di atas, jadi tidak semua meningitis tersebut dapat disebabkan oleh mengonsumsi daging babi. Akan tetapi perlu melihat kasus per kasus dan konfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium. Hal ini dapat dilihat dari 27 kasus suspek MSs yang dirawat di RSUD Sanjiwani Gianyar bahwa hanya 2 kasus yang terkonfirmasi positif sebagai kasus MSs (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2023). Apakah MSs ini dapat dicegah? Ya. Tentu Dapat Dicegah! MSs dapat dicegah penularannya dengan cara sebagai berikut (Susilawathi, 2018): Salah satu sumber infeksi utama pada S.suis adalah babi sakit. Sehingga diperlukan pengawasan dan jangan memotong babi yang sakit tersebut. Hal ini merupakan kunci utama pencegahan penularan pada manusia. Dilakukannya peningkatan kualitas penangkaran babi dengan melakukan penyemprotan kandang babi dengan desinfektan seminggu sekali, selalu menjaga kebersihan kandang, menjaga kebersihan tempat pakan, menjaga kebersihan tempat minum, dan jangan memberikan pakan dari limbah hewan yang sakit. Dilakukannya vaksinasi pada babi. Hal ini merupakan metode efektif untuk mengurangi wabah infeksi S.suis pada babi sehingga mengurangi risiko penularan pada manusia. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyakit ini pada populasi yang berisiko tinggi disertai dengan pengetahuan mempersiapkan dan mengolah produk babi yang aman. Pengetahuan yang penting perlu diketahui antara lain: pemakaian sarung tangan saat mengolah produk babi apabila terdapat luka terbuka, mencuci tangan, membersihkan peralatan secara menyeluruh setelah kontak dengan produk babi dan memasak produk babi dengan matang. World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk memasak daging babi hingga mencapai suhu internal 70°C atau kaldunya menjadi jernih (bukan berwarna merah muda). "Kita tidak boleh panik dan harus bersikap tenang dalam menghadapi penyakit ini. Kita harus tahu, apa dan bagaimana sebenarnya MSs itu bisa terjadi. Karena faktanya tidak semua babi yang ada di Bali terinfeksi MSs. Namun, kita harus tetap waspada dan selalu melakukan upaya pencegahan untuk menghindari penyakit ini". Referensi Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2023. Press Release Kasus Suspek Meningitis Streptococcus Suis (MSs). Diakses dari https://diskes.baliprov.go.id/portfolio/press-release-mss/. Diakses pada tanggal 1 Mei 2023 (17:25). Samkar, A.V., Brouwer, M.C., Schultsz, C., Ende, A.V.D., Beek, D.V.D. 2015. Streptococcus suis Meningitis: A Systematic Review and Meta-analysis. PLOS Neglected Tropical Diseases Susilawathi N.M., Tarini N.M.A., Sudewi A.A.R. 2016. Meningitis Bakterial Streptococcus suis dengan Tuli Sensorineural Bilateral. Neurona 34 (1): 55- 59. Susilawathi N.M. 2018. Meningitis Streptococcus Suis Sebagai Penyakit Infeksi Emerging. Bali Neurology Update. Tropical Disease and Neuropediatric Cases: Revisiting (Re)-Emerging Issues with National Priorities 15-20.
2023-04-18
1. Dosen dan Peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Udayana2. Peneliti Yayasan PIKAT "Growing old is mandatory, but growing up is optional!" - Walt Disney Apa Tantangan Transisi Demografi dan Epidemiologi?Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk terpadat nomor empat di dunia dan angka pertumbuhan penduduk terus meningkat setiap tahunnya. Beberapa ahli mengemukakan bahwa pertumbuhan penduduk ini berdampak positif pada pertumbuhan perekonomian nasional akibat dari fenomena bonus demografi yang diperkirakan terjadi antara tahun 2020-2030 (Maryati, 2015). Di sisi lain, Indonesia juga mengalami transisi demografi yang menyebabkan pergeseran jumlah penduduk dari usia muda ke usia dewasa/lansia, yang tentunya memberikan dampak pada kondisi kesehatan masyarakat.Keberhasilan upaya pencegahan penyakit dan pengobatan yang dilakukan selama ini menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia, yang memicu terjadinya transisi demografi. Namun, transisi demografi yang berdampak pada peningkatan proporsi penduduk lansia ini secara langsung mendorong terjadinya transisi epidemiologi, yaitu pergeseran pola penyakit dari panyakit infeksi ke penyakit tidak menular (Khariri dan Saraswati, 2021). Oleh sebab itu, program pencegahan penyakit juga selayaknya mempertimbangkan transisi epidemiologi ini, sehingga kualitas kesehatan masyarakat bisa di tingkatkan di tengah populasi penduduk Indonesia yang semakin menua (aging population).Di tengah fenomena transisi demografi dan epidemiologi di Indonesia, kelompok yang juga terdampak adalah pada orang yang hidup dengan HIV. Isu terkait HIV masih menjadi permasalahan mendesak di Indonesia. Selain masalah kepatuhan pengobatan, tingginya angka putus obat, dan stigma serta diskriminasi, masalah lain yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah terkait dengan risiko-risiko penyakit lainnya, khususnya pada orang dengan HIV yang memasuki masa lansia (Lindayani et al., 2020). Beberapa penyakit tersebut seperti penyakit tidak menular dan juga permasalahan kesehatan mental, yang masih perlu mendapatkan perhatian. Apa Saja Risiko Masalah Kesehatan pada Lansia dengan HIV?Jika dibandingkan dengan orang non-HIV, risiko penyakit tidak menular pada orang yang hidup dengan HIV lebih tinggi, seperti penyakit diabetes, kardiovaskuler, dan kanker (Duffy et al., 2017). Meskipun saat ini sudah tersedia layanan deteksi dini penyakit tidak menular, tetapi pemanfaatan layanan kesehatan untuk mencegah penyakit tidak menular masih belum optimal, khususnya pada orang dengan HIV. Hal ini berkaitan dengan stigma dan diskriminasi yang masih menjadi faktor penghambat orang dengan HIV untuk mengakses layanan kesehatan (Fauk et al., 2019). Oleh sebab itu, upaya untuk mewujudkan layanan kesehatan yang terbebas dari stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV ini masih menjadi prioritas transformasi dan pembangunan kesehatan di Indonesia, guna menciptakan akses layanan kesehatan yang komprehensif untuk semua orang.Masalah kesehatan lain yang dapat dialami oleh lansia yang hidup dengan HIV adalah berkaitan dengan masalah kesehatan mental, seperti gangguan kecemasan hingga depresi, baik sebelum maupun pasca pandemi COVID-19 (Lee et al., 2022). Gangguan kesehatan mental ini timbul akibat dari ketakutan akan kematian, stigma dan diskriminasi, masalah ekonomi, hingga rasa kesepian akibat hidup sendiri tanpa keluarga yang mendampingi. Hingga saat ini, belum ada intervensi khusus yang bertujuan untuk mendeteksi dini maupun mengobati masalah kesehatan mental pada lansia dengan HIV. Padahal, deteksi dini adalah upaya penting yang harus dilakukan untuk mencegah masalah kesehatan mental yang lebih buruk. Apa Upaya yang Bisa Dilakukan?Bertambahnya usia pada orang dengan HIV menjadi faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi, tetapi bisa dimitigasi dan diantisipasi. Salah satu upaya strategis yang bisa dilakukan adalah mendorong lansia dengan HIV untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, serta mendorong upaya deteksi dini terhadap masalah kesehatan (fisik maupun mental). Oleh sebab itu, maka penguatan dari layanan kesehatan sangat penting untuk dilakukan, seperti meningkatkan kapasitas layanan kesehatan untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang menjunjung tinggi hak orang dengan HIV (terbebas dari segala bentuk pemaksaan, stigma, dan diskriminasi), memperkuat peran dan jejaring komunitas orang dengan HIV untuk program kepada lansia, serta mendorong kerjasama dan intergasi antara layanan pemerintah, swasta, dan komunitas dalam menyediakan layanan kesehatan yang komprehensif dan berkesinambungan, khususnya bagi lansia dengan HIV. Secara perlahan, kolaborasi lintas sektoral ini niscaya dapat terwujud untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik. PenutupDi tengah fenomena transisi demografi dan epidemiologi, masalah kesehatan pada lansia dengan HIV juga menjadi isu prioritas yang perlu mendapatkan perhatian. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan komprehensif yang berfokus pada upaya meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan sosial dari masyarakat sangat penting untuk dilakukan, khususnya pada lansia dengan HIV. Seperti kutipan oleh Walt Disney, bahwa menjadi tua memanglah pasti dan menjadi dewasa adalah pilihan. Namun, menjadi sehat adalah kewajiban bersama, khususnya bagi lansia dengan HIV. Semoga upaya kolektif dari seluruh pihak dapat mendorong terciptanya layanan kesehatan yang komprehensif dan berkesinambungan, untuk kesehatan masyarakat yang lebih baik. REFERENSI:Duffy, M., Ojikutu, B., Andrian, S., Sohng, E., Minior, T., & Hirschhorn, L. R. (2017). Non‐communicable diseases and HIV care and treatment: models of integrated service delivery. Tropical Medicine & International Health, 22(8), 926-937.Fauk, N. K., Merry, M. S., Siri, T. A., Tazir, F. T., Sigilipoe, M. A., Tarigan, K. O., & Mwanri, L. (2019). Facilitators to accessibility of HIV/AIDS-related health services among transgender women living with HIV in Yogyakarta, Indonesia. AIDS research and treatment, 2019.Lee, K. W., Ang, C. S., Lim, S. H., Siau, C. S., Ong, L. T. D., Ching, S. M., & Ooi, P. B. (2022). Prevalence of mental health conditions among people living with HIV during the COVID‐19 pandemic: A rapid systematic review and meta‐analysis. HIV medicine, 23(9), 990-1001.Lindayani, L., Darmawati, I., Purnama, H., & Permana, B. (2020). Integrating comprehensive geriatric assessment into HIV care systems in Indonesia: A synthesis of recent evidence. Creative Nursing, 26(1), 9-16.Khariri, K., & Saraswati, R. D. (2021). Transisi epidemiologi stroke sebagai penyebab kematian pada semua kelompok usia di Indonesia. In Seminar Nasional Riset Kedokteran (Vol. 2, No. 1).Maryati, S. (2015). Dinamika pengangguran terdidik: tantangan menuju bonus demografi di Indonesia. Economica: Jurnal Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat, 3(2), 124-136.
2023-04-18
Bagaimana dengan aku, terlanjur jadi kambing hitam?Sebuah pledoi kolesterol pada dakwaan tentang insiden penyumbatan pembuluh darahBy: Mbok Gitong*, 18 April 2023* Apoteker yang juga seorang peneliti di Center for Public Health Innovation (CPHI) FK Universitas Udayana, dan Yayasan PIKAT Denpasar Bali Well, kalau Mbok Gitong bertugas menjadi entitas bernama kolesterol, mungkin kalimat judul itu yang akan Mbok ucapkan bertubi-tubi pada tuduhan bahwa Mbok-lah yang sepenuhnya bertanggung jawab terhadap kejadian penyumbatan pembuluh darah.Berbagai literatur dasar tentang fisiolagi anatomi tubuh manusia menggarisbawahi bahwa alasan terbesar kolesterol menjadi amat berbahaya bagi tubuh manusia adalah ketika kolesterol yang dalam darah memilliki potensi sangat tinggi untuk melekat pada dinding pembuluh darah dan akhirnya terakumulasi menjadi plaque. Plaque yang makin membesar itulah yang akan mempersempit diameter dinding pembuluh darah dan menyebabkan terganggunya distribusi nutrisi mikro dan makro-nutrien ke seluruh tubuh.Sebetulnya, kondisi dinding pembuluh darah yang sehat tidak memungkinkan kolesterol untuk menempel dengan mudah. Hanya dinding pembuluh darah yang “terluka”-lah yang membuka kesempatan bagi kolesterol untuk berkumpul di titik perlukaan tersebut yang sedikit demi sedikit menumpuk hingga akhirnya terbentuk plaque. Salah satu mekanisme terlukanya dinding pembuluh darah adalah melalui mekanisme inflamasi atau peradangan yang dilanjutkan dengan mekanisme aterosklerosis.Peradangan merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri yang bekerja secara autopilot di dalam badan untuk melindungi tubuh dari kerusakan ataupun infeksi mikroorganisme. Nah, di sinilah kontribusi buruk gula berlebih yang so sweet itu. Akumulasi gula berlebih dalam darah berkontribusi sangat signifkan terhadap terpicunya mekanisme inflamasi, termasuk peradangan di dinding pembuluh darah. Walaupun, perlu ditekankan juga bahwa kadar gula tinggi dalam darah bukan satu-satunya pemicu terjadinya mekanisme peradangan di sana.Mekanisme yang dapat menjelaskan tentang bagaimana asupan gula berlebih dapat menyebabkan peradangan dan akumulasi kolesterol di pembuluh darah sangat kompleks dan belum sepenuhnya dipahami. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa mekanisme glycation sangat mungkin terlibat dalam mekanisme terjadinya sumbatan pembuluh darah ini. Lebih lanjut, sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Circulation pada 2009 menemukan bahwa orang yang mengonsumsi diet tinggi gula memiliki tingkat penanda peradangan yang lebih tinggi dalam darah mereka dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi diet rendah gula tambahan (Johnson et al., 2009).Mau ditilik dari sudut pandang manaupun, konsumsi gula berlebih dalam bentuk apapun juga sangat berbahaya bagi tubuh kita. Baik itu gula alami, gula buatan, gula dari makanan alami atau dari processed food, dari sumber apapun, dalam bentuk apapun, jika terakumulasi berlebihan dalam tubuh, konsekuensi buruk bagi tubuh mengintai untuk mewujud dalam bentuk menurunnya fungsi organ-organ penting dalam tubuh kita, hingga gagal berfungsi pada level ekstremnya.Mbok Gitong ndak mau berdebat lagi tentang apa sih yang termasuk gula? Nih, Mbok Gitong kasih PR. Tolong pahami definisi gula dari sisi definisi bangunan kimia! Jujur, Mbok Gitong lebih suka mendasarkan penentuan taksonomi gula berdasarkan bangunan kimia pada level pembangun terkecilnya dibanding organoleptisnya. Nah lho, apa itu organoleptis? PR lagi ya … wkwk (it’s because we only know what we know ...).Secara normal, ketika gula dikonsumsi, kadar gula darah akan naik dengan cepat, sehingga terjadi lonjakan insulin untuk membantu sel-sel tubuh menyerap glukosa berlebih. Namun, ketika proses ini terjadi terlalu sering, di mana terjadi konsumsi gula berlebih dalam bentuk apapun secara terus menerus, akan terjadi mekanisme respon peradangan kronis. Ketika peradangan menjadi kronis dan terus menerus, potensi rusaknya dinding pembuluh darah meningkat. Hal yang sama dengan risiko penumpukan kolesterol di arteri yang juga meningkat secara signifikan. Persis seperti tebakan awal, kolesterol yang melekat dan terakumulasi di dinding pembuluh darah itu dapat membentuk plaque yang dapat mempersempit aliran darah dan akhirnya mengganggu pasokan oksigen dan nutrisi ke organ dan jaringan tubuh. Di jantung, ketika dinding pembuluh darah menyempit risiko tak terelakkan berikutnya adalah risiko jantung tersumbat. Serangan jantung sudah mengintai. Di otak, ketika pembuluh darah di otak tersumbat, stroke dapat menjadi prognosis selanjutnya.Karena aku, kolesterol dalam bentuk lipo-protein baik dalam bentuk low (LDL) atau high density lipoprotein (HDL), hanya akan menempel di pembuluh darah yang rusak meradang, sangat penting untuk menjaga kesehatan pembuluh darahmu dengan membatasi asupan gulamu sebisa mungkin di bawah batas yang disarankan untuk menghindari terpicunya mekanisme inflamasi kronis.Berapa batasnya, Mbok?Menurut Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak Serta Pesan Kesehatan Pada Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji, anjuran konsumsi gula per orang per hari adalah 10% dari total energi (200 kkal) atau setara dengan gula 4 sendok makan per orang per hari (50 gram/orang/hari). Lebih detil per jenis kelamin, American Heart Association merekomendasikan batasan maksimal 24 gram/orang/hari atau 6 sendok untuk perempuan, dan 36 gram/hari/orang atau 9 sendok untuk lelaki.Kesimpulannya, asupan gula yang baik dapat berkontribusi pada kesehatan dinding pembuluh darah. Pembuluh darah yang sehat mempersulit kolesterol untuk melekat pada dinding pembuluh darah sehingga aliran distribusi nutrisi dan oksigen ke seluruh tubuh menjadi lancar terjaga.Udah, se-simple itu penjelasannya.Kamu yakin masih mau konsumsi gula berlebih? Please help me help you.Perhaps it’s not at all me, the cholesterol, yang melulu jadi penyebab sumbatan pembuluh darah. Sepertinya, aku sudah menjadi kambing hitam yang tidak hitam for far too long. Tentang gula sebagai agen yang berbahaya, kalau di Indonesia di 2021 ada peningkatan cukai rokok sebagai sin tax hingga 12,5% di mana proporsi alokasi peruntukannya untuk pembiayaan BPJS Kesehatan cukup besar, setujukah kamu kalau pada gula diberlakukan juga sistem sin tax yang sama?Yuk lanjut diskusi cukai gula di tulisan berikutnya! Referensi:Johnson RK, Appel LJ, Brands M, et al. Dietary sugars intake and cardiovascular health: a scientific statement from the American Heart Association. Circulation. 2009;120(11):1011-1020. doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.109.192627
2023-04-18
Transformasi Kesehatan dan pandemi COVID-19 memberikan era baru bagi dunia Kesehatan masyarakat di Indonesia khususnya bagaimana peran pencegahan atau promotif preventif. Transformasi Kesehatan memiliki 6 pilar transformasi kesehatan yang ingin dicapai hingga tahun 2024 yaitu transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM kesehatan, dan transformasi teknologi kesehatan. Transformasi layanan primer memiliki tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan primer yang komprehensif dan berkualitas bagi perorangan atau masyarakat di Indonesia. Transformasi layanan primer dilakukan dengan cara memperkuat upaya pencegahan, melakukan deteksi dini, meningkatkan promosi kesehatan, membangun infrastruktur, melengkapi sarana, prasarana, dan sumber daya manusia, serta memperkuat manajemen di layanan primer.Pelayanan kesehatan primer yang ada di Indonesia sampai saat ini masih dilaksanakan terpisah-pisah oleh berbagai fasilitas pelayanan kesehatan primer, seperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), Pos Layanan Terpadu (Posyandu), klinik pratama, dan/ praktik mandiri dokter/dokter gigi. Masalah lainnya pada pelayanan Kesehatan primer adalah pelayanan yang diberikan belum optimal sesuai standar pelayanan minimal. Penyelenggaraan upaya Kesehatan di pelayanan primer juga masih terkendala ketersediaan dana, jumlah tenaga kesehatan, sarana prasarana kesehatan, kesediaan obat dan alat kesehatan, fasilitas pelayanan Kesehatan terakreditasi, dan teknologi yang mendukung. Melihat kondisi tersebut, Kementerian Kesehatan melakukan suatu inovasi baru dalam rangka transformasi layanan primer yaitu Posyandu Prima.Posyandu Prima merupakan bentuk sistem layanan primer di tingkat dusun, rukun tetangga (RT), dan rukun warga (RW) yang terintegrasi serta diharapkan ada diseluruh Indonesia. Posyandu Prima adalah bentuk integrasi Posyandu dan atau Poskesdes sesuai ketentuan Kementerian Kesehatan. Posyandu prima dapat dibentuk dari puskesmas pembantu (Pustu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), ataupun gabungan pustu dan poskesdes. Program Posyandu Prima saat ini masih diuji cobakan pada 9 provinsi yang mewakili empat karakteristik wilayah di Indonesia. Karakteristik wilayah yang dimaksud adalah wilayah perkotaan, perdesaan, terpencil dan sangat terpencil. Sembilan provinsi tersebut terdiri dari Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Maluku, dan Provinsi Papua. Posyandu Prima dirancang untuk dapat bertindak secara lebih aktif bukan hanya melayani bayi dan ibu (KIA) namun dapat melayani seluruh siklus hidup diantaranya dari bayi, remaja, dewasa, hingga lansia. Posyandu prima memberikan pelayanan setiap hari dibantu oleh minimal dua orang tenaga Kesehatan (bidan/perawat) dan kader yang sudah dilatih. Posyandu Prima juga mengamati situasi kesehatan di setiap desa melalui dashboard Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Posyandu Prima memiliki mekanisme kerja terintegrasi dengan multisektoral yaitu Puskesmas, Kecamatan, Pemerintah Desa, dan Masyarakat. Posyandu prima melakukan koordinasi, konsultasi, dan penyampaian laporan serta melakukan bimbingan teknis kepada posyandu yang ada, kemudian melakukan pemberdayaan masyarakat bersama mitra dan melakukan koordinasi mengenai administrasi kelembagaan kepada pemerintah desa, serta peran vital melakukan pendampingan dan menggerakkan masyarakat agar terlibat aktif dalam menjaga kesehatan masyarakat. Harapannya dengan adanya Posyandu Prima ini penguatan pelayanan kesehatan primer di Indonesia dapat lebih baik karena pelayanan dapat terintegrasi, adanya tindakan dan kebijakan multisektoral, serta melibatkan peran serta masyarakat.
2023-04-18
Gender dan fenomena kekerasan berbasis genderGender tidak sama dengan seks. Seks merupakan perbedaan yang sifatnya biologis berdasarkan pada jenis kelamin yang dimiliki. Sedangkan gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Laki-laki dan perempuan merupakan dua entitas yang kerap dibedakan dalam kondisi jenis kelamin (seks) dan peran yang harus dilakukan (gender). Karena terbentuk melalui proses sosial dan budaya di masyarakat, perempuan dipersepsikan sebagai individu dengan ruang gerak yang lebih terbatas dibandingkan laki-laki. Sehingga tidak heran jika tingkat pendidikan dan penghasilan yang rendah lebih umum ditemui pada perempuan. Meskipun sudah bukan di jaman R.A. Kartini, dimana kemajuan teknologi begitu terbuka dan berkembang dengan pesat, “kacamata” gender yang sama masih melemahkan perempuan. Hal ini memunculkan permasalahan lain salah satunya yaitu kekerasan berbasis gender (KBG) yang lebih sering dialami perempuan.Di tahun 2022, Komnas Perempuan menerima pengaduan rata-rata sebanyak 17 kasus per harinya dan didominasi oleh kasus KBG. Data ini belum termasuk data yang dihimpun dari lembaga layanan. Berdasarkan kasus yang ditangani Komnas Perempuan, bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi di ranah personal adalah kekerasan psikis dan di ranah publik adalah kekerasan seksual. Sedangkan untuk kasus yang ditangani oleh lembaga layanan, bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan fisik. Akar masalah dari KBG adalah adanya norma, pemikiran, sikap dan struktur yang menciptakan ketidaksetaraan gender, diskriminasi, relasi kuasa yang timpang dan tidak adanya penghargaan pada hak asasi manusia. Apa saja hak seksual dan reproduksi kita sebagai seorang perempuan?Berdasarkan dokumen Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference for Population & Development/ICPD) di Kairo Mesir Tahun 1994, terdapat 12 hak reproduksi yang dimiliki setiap individu:Hak untuk hidup dan terbebas dari risiko kematian karena kehamilan, persalinan atau masalah gender;Hak atas kebebasan dalam menikmati dan mengatur kehidupan seksual dan reproduksinya;Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kesehatan reproduksi;Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan reproduksinya;Hak atas kebebasan berpikir dan membuat keputusan tentang kesehatan reproduksinya;Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi;Hak membangun dan merencanakan keluarga;Hak memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak;Hak mendapat pelayanan kesehatan reproduksi;Hak mendapat manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan reproduksi;Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang bernuansa kesehatan reproduksi; danHak terbebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk yang menyangkut kesehatan reproduksi.Yang seringkali terjadi, kurangnya pemahaman tentang hak yang dimilikinya menjadikan hal ini tabu dan cenderung terabaikan, terutama bagi perempuan, sehingga secara tidak langsung memberikan celah terhadap KBG.Bagaimana menjadi perempuan sehat dan berdaya?Untuk terhindar dari KBG dan menjadi sehat serta berdaya, perempuan perlu menyadari akan dirinya sendiri dan juga lingkungannya. Sadar akan diri dalam hal ini bukan persoalan tinggi rendahnya status sosial, tapi tentang bagaimana perempuan memberdayakan diri dengan segala kekuatan dan kelemahannya untuk menyerap informasi yang terkait dengan kondisinya, apa yang harus dilakukan, bagaimana harus menyampaikan kondisinya dan layanan apa yang seharusnya didapatkan. Sadar akan lingkungan sekitarnya adalah tentang bagaimana perempuan mengetahui siapa yang dapat memberikan pertolongan ketika membutuhkan, layanan apa saja yang tersedia, bagaimana cara mengakses, dan lain-lain. Oleh sebab itu, menyadari dan berupaya memenuhi hak sangatlah penting agar perempuan berkesempatan secara bebas dan bertanggung jawab untuk mewujudkan kondisi reproduksi yang sejahtera. Pilihan untuk menjadi perempuan yang sehat dan berdaya ada di tangan kita sendiri. Jika diri sendiri saja tidak mau tahu dan tidak peduli, bagaimana dengan orang lain? Selamat Hari Kartini untuk seluruh perempuan Indonesia! Referensi:Komnas Perempuan. (2023). Lembar Fakta Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2023 - Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Publik dan Negara: Minimnya Pelindungan dan Pemulihan. [Internet], Available from: https://komnasperempuan.go.id/download-file/949. Prijatni, Ida & Rahayu, Sri. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan: Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan-Kementrian Kesehatan RI.
2023-04-18
Kilas Perkawinan Anak dalam Menyambut Bonus Demografi Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022, sebanyak 68,82 juta jiwa penduduk Indonesia masuk dalam kategori pemuda usia 16-30 tahun. Angka tersebut porsinya mencapai 24% dari total penduduk. Dengan pertumbuhan populasi ini, berbagai laporan telah memperkirakan bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi pada tahun 2030 mendatang, dimana presentase kelompok pemuda usia produktif (usia kerja) lebih banyak dari kelompok usia tidak produktif. Bonus demografi sejatinya dapat menjadi kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun hal ini juga merupakan tantangan yang perlu dijawab untuk memastikan agar fenomena ini tidak berbalik menjadi beban demografi. Selain itu, jika perkembangan bonus demografi tidak diimbangi dengan upaya peningkatan kesetaraan gender, maka bonus demografi tersebut justru dapat memperburuk ketidaksetaraan gender. Hal yang berkaitan antara fenomena ketidaksetaraan gender dengan bonus demografi adalah perkawinan anak atau perkawinan di bawah umur. Data BPS menunjukkan bahwa 33,76% pemuda di Indonesia mencatatkan usia kawin pertamanya di rentang 19-21 tahun. Ada juga 19,24% pemuda yang pertama kali menikah berusia di bawah 16-18 tahun. Bahkan masih terdapat 2,26% pemuda yang menikah di usia kurang dari 16 tahun. Sebetulnya berbagai upaya dari pemerintah telah dilakukan untuk mempercepat penurunan perkawinan anak dengan komitmen negara pada Tujuan 5 pada Sustainable Development Goals (SDGs) terkait penghapusan semua praktik berbahaya termasuk perkawinan anak pada 2030. Pengejawantahan komitmen ini salah satunya dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mencantumkan perubahan usia minimal perkawinan dari 16 tahun bagi perempuan menjadi 19 tahun. Namun faktanya, walaupun telah didukung dengan pengesahan Undang-Undang, masih terdapat 50.673 dispensasi perkawinan di bawah umur yang diputus pada tahun 2022. Memang terdapat penurunan sebesar 17,54% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (61.449 kasus), namun angka tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2019 sebanyak 23.126 kasus. Risiko yang Dihadapi Remaja dalam Perkawinan Anak Remaja yang terlibat dalam perkawinan anak dihadapkan pada berbagai tantangan, namun dapat dikatakan bahwa beban paling besar dialami oleh remaja perempuan. Hamil di usia muda berisiko terjadi komplikasi persalinan yang dapat berujung pada kematian ibu. Hingga saat ini, Angka Kematian Ibu (AKI) masih berada dalam kisaran 305 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini karena masa remaja masih dalam tahap perkembangan sehingga organ reproduksinya belum siap secara maksimal. Selain itu, kehamilan pada usia dini dapat menimbulkan efek negatif pada kesehatan ibu dan bayinya. Bayi yang lahir dari ibu berusia kurang dari 20 tahun hampir 2 kali lebih mungkin meninggal selama 28 hari pertama dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu berusia 20-29 tahun. Risiko lain yang dihadapi antara lain kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah (BBLR), dan perdarahan pasca persalinan yang dapat membahayakan baik ibu maupun bayi. Ketidaksetaraan gender yang masih mengakar dalam kondisi sosial juga turut berkontribusi pada risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dimana remaja perempuan lebih rentan menghadapi hal tersebut. Ketidakmatangan emosional, sosial, dan psikologis dari remaja yang menikah dini membuat mereka lebih rentan terhadap hal tersebut. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di tahun 2022, dimana jumlah tersebut meningkat 15,2% dari tahun sebelumnya. Upaya untuk Mempercepat Penurunan Angka Perkawinan Anak Banyak hal yang bisa diupayakan untuk mempercepat penurunan angka perkawinan anak. Salah satu upaya mendasar adalah menyediakan informasi dan edukasi reproduksi dan seksualitas yang komprehensif bagi remaja yang dapat diintegrasikan dalam kurikulum nasional di sekolah. Penting untuk menanamkan pemahaman biologis yang menyeluruh sehingga remaja dapat mengetahui perkembangan yang sedang dijalani dalam masa pubertas serta pemahaman nilai dan konsep diri sebagai bagian dari pemberdayaan remaja. Di lingkungan komunitas, dapat dilaksanakan kegiatan Posyandu Remaja untuk meningkatkan akses remaja terhadap pelayanan kesehatan. Keterlibatan orang dewasa seperti orang tua, guru, dan pemuka komunitas juga penting untuk mendorong terwujudnya lingkungan yang aman dan ramah remaja dari lingkup terkecil sehingga remaja merasa aman untuk mencari informasi dan mengakses layanan kesehatan tanpa rasa khawatir. Tidak lupa bahwa peran pemerintah juga sangat krusial untuk mendorong undang-undang dan peraturan yang mencegah perkawinan anak terjadi sekaligus untuk mendukung agar remaja dapat tumbuh dengan sehat dan berdaya. Penutup Upaya yang dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan dalam penurunan angka perkawinan anak sudah mulai menampakkan hasil meskipun masih banyak terdapat peluang untuk mempercepat penurunannya mencapai target SDGs. Dengan memberikan pendidikan yang berkualitas dan akses ke layanan kesehatan yang baik, serta melindungi hak-hak anak, baik pemerintah, lembaga masyarakat, masyarakat, dan juga remaja itu sendiri dapat berkontibusi membangun generasi yang lebih sehat dan lebih produktif untuk kemajuan negara. Sumber: Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Pemuda Indonesia 2022. Hayes, A., & Setyonaluri, D. (2015). Taking Advantage of The Demographic Dividend in Indonesia: A Brief Introduction to Theory and Practice (Issue brief). Jakarta: UNFPA Indonesia. https://indonesia.unfpa.org/sites/default/files/pub-pdf/Buku_Policy_Brief_on_Taking_Advantage_on_Demographic_Dividend_02c_%282%29_0.pdfKementerian PPPA. (2020). Profil Anak Indonesia 2020. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.UNICEF Indonesia. (2017). Maternal and Newborn Health Disparities. https://data.unicef.org/wp-content /uploads/country_profiles/Indonesia/country%20profile_IDN.pdfKidman, R. (2017). Child marriage and intimate partner violence: a comparative study of 34 countries. International journal of epidemiology, 46(2), 662-675.
2023-04-18
Staff Riset Yayasan Pusat Inovasi Kesehatan Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rondonuwo mengatakan “Jika dilihat dari tempat tinggal, penduduk perkotaan lebih banyak menderita penyakit jantung dibandingkan penduduk pedesaan” Mengutip dari Global Burden of Desease dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2014-2019, penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Tak sampai disana, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 menunjukan adanya peningkatan penyakit jantung dari 0,5% pada 2013 menjadi 1,5% pada 2018. Hal ini didukung oleh fakta bahwa penyakit jantung menempati nominasi pertama sebagai penyakit dengan beban biaya terbesar berdasarkan data BPJS Kesehatan Tahun 2021 dimana pembiayan kesehatan untuk penyakit jantung sebesar Rp 7,7 triliun. Salah satu jenis penyakit jantung adalah jantung koroner atau coronary heart disease. Pembunuh nomor satu didunia ini merupakan sebutan untuk gangguan fungsi dari jantung yang disebabkan oleh kurangnya darah pada otot jantung akibat penyumbatan pembuluh darah koroner. Penyumbatan pembuluh darah koroner tersebut disebabkan oleh adanya kerusakan lapisan dinding pembuluh darah (Aterosklerosis). Gejala dari penyakit ini adalah adanya keluhan rasa tidak nyaman di dada dan nyeri dada yang berlangsung lebih dari 20 menit. Gejala-gejala ini diiringi dengan keringat dingin, lemah, rasa mual, dan pusing. Lalu, apakah penyakit jantung hanya menyerang usia tua? Tidak. Menurut Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia dr. Radityo Prakoso, SpJP (K), dari tahun 2000-2016 terjadi peningkatan prevalensi serangan jantung pada usia kurang dari 40 tahun sebesar 2% setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit jantung tidak mengenal usia. Penyakit jantung juga berpotensi untuk menyerang masyarakat usia muda yang diakibatkan oleh peningkatan prevalensi obesitas, hipertensi, perilaku merokok tinggi, dan kolesterol tinggi di usia muda. Apa saja faktor risiko dari penyakit jantung? Terdapat 2 jenis kelompok faktor risiko yang dapat berkontribusi dalam terjadinya penyakit jantung yaitu faktor risiko yang tidak dapat dirubah dan faktor risiko yang dapat dirubah. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah adalah umur, jenis kelamin, dan keturunan/ras. Risiko penyakit jantung semakin tinggi seiring dengan bertambahnya usia terutama ketika pria memasuki usia 45 tahun dan 55 tahun untuk wanita. Selain itu, adanya riwayat penyakit jantung dalam keluarga dapat meningkatkan risiko dari penyakit jantung. Adapun faktor risiko yang dapat dirubah adalah merokok, dislipidemia (kadar lemak tidak normal dalam darah), hipertensi, diabetes melitus, kurang aktifitas fisik, berat badan lebih dan obesitas, diet yang tidak sehat, stress, dan konsumsi alkohol berlebih. Bagaimana upaya mencegah penyakit jantung? Upaya pencegahan terhadap penyakit jantung dapat dilakukan secara mandiri namun konsisten. Upaya pencegahan tersebut diantaranya: 1. Jangan merokok Merokok dapat mendorong pembentukan plak lemak dalam pembuluh darah jantung. Tidak ada toleransi jumlah untuk rokok. Karena itu, STOP merokok mulai sekarang. 2. 2. Pola makan sehat Pola makan sehat bagi jantung adalah pola makan yang tinggi buah dan sayuran, mengonsumsi makanan kaya gandum, mengonsumsi sumber protein seperti ikan, hanya mengonsumsi makanan rendah garam dan lemak saturasi, serta menghindari junk food dan makanan yang digoreng. 3. 3. Menjaga berat badan ideal Berat badan berlebih memliki kaitan yang erat dengan kolesterol, diabetes, dan penyakit jantung. 4. 4. Tetap aktif Tetaplah melakukan aktivitas fisik seperti melakukan permainan bola yang disukai atau sekedar berjalan cepat di sekitar rumah. Lakukan aktivitas fisik ini paling tidak 30 menit dalam sehari. Coba dicatat, aktivitas fisik apa yang sudah Anda lakukan hari ini? 5. Kurangi alkohol Mengonsumsi alkohol memiliki kaitan yang erat dengan hipertensi dan penyakit jantung. 6. 6. Kelola stres Stres memiliki kaitan dalam menurunkan sistem imun dan terjadinya penyakit. Saat stress, lakukanlah hal yang Anda sukai atau bicaralah dengan orang terdekat. 7. 7. Rutin kontrol ke dokter Kebanyakan orang merasa takut untuk kontrol ke dokter. Namun, mencegah lebih baik daripada mengobati bukanlah kata-kata kiasan belaka. Karena itu, lakukan pemeriksaan sebagai deteksi dini sebelum terlambat. Penutup Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwo menyatakan bahwa “Jika dilihat dari tempat tinggal, penduduk perkotaan lebih banyak menderita Penyakit Jantung dengan prevalensi 1,6% dibandingkan penduduk perdesaan yang hanya 1,3%,”. Di lain sisi, Isman Firdaus, Ketua PERKI menyatakan bahwa perubahan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dan pola makan yang tidak seimbang menjadi penyebab dari tingginya prevalensi jantung koroner. Meskipun, penduduk perkotaan memiliki angka prevalensi penyakit jantung lebih tinggi bukan berarti penduduk desa tidak berisiko. Karena itu, upaya pencegahan harus diterapkan oleh setiap orang yang ingin terhindar dari penyakit jantung. Upaya pencegahan penyakit jantung sangat mudah diingat namun sulit dilakukan terutama melakukan secara konsisten. Meskipun pemerintah adalah pihak yang paling sibuk mempromosikan dan melakukan program upaya pencegahan tetapi Andalah yang paling dirugikan jika penyakit jantung menimpa Anda atau orang terdekat. Karena itu, mari saling mengingatkan diri sendiri dan orang terdekat untuk selalu menerapkan gaya hidup sehat. Tidak hanya mengingat tapi juga melakukan. Sayangi jantungmu karena manusia itu One Heart. One Heart One Chance. Referensi: ADDIN Mendeley Bibliography CSL_BIBLIOGRAPHY Kementerian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. (2016). Cara Mencegah Penyakit Jantung. https://promkes.kemkes.go.id/?p=7373 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). Apa saja faktor risiko yang menyebabkan penyakit Jantung? Yuk, simak. https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-penyakit-jantung-dan-pembuluh-darah/page/10/apa-saja-faktor-risiko-yang-menyebabkan-penyakit-jantung-yuk-simak#:~:text=Pola hidup tidak sehat%2C pola,berakibat pada kakunya pembuluh darah. Sehat Negeriku. (2021). Penyakit Jantung Koroner Didominasi Masyarakat Kota. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20210927/5638626/penyakit-jantung-koroner-didominasi-masyarakat-kota/ Sehat Negeriku. (2022). Penyakit Jantung Penyebab Utama Kematian, Kemenkes Perkuat Layanan Primer. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20220929/0541166/penyakit-jantung-penyebab-utama-kematian-kemenkes-perkuat-layanan-primer/
2023-04-18
Sosial media beberapa waktu belakangan ini menyerukan banyak pencarian tentang Pulau Kalimantan. Hal ini dimulai dari tahun lalu saat terdapat berita yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo, akan memindahkan ibukota negara Indonesia dari Jakarta menuju ke Kalimantan dan akan diberikan nama Ibu Kota Nusantara (IKN). Setelah IKN menjadi banyak perbincangan sejak tahun lalu, sekarang ada lagi satu berita yang viral dan menarik perhatian masyarakat yang juga berasal dari “Pulau Seribu Sungai” ini, yaitu metode pengobatan alternatif khas suku Dayak yang dilakukan oleh Ibu Dayak.Indonesia yang dahulunya sering terkenal jawasentris, kini juga mulai menerima masuknya budaya dari kepulauan lain melalui media pengobatan tradisional khas Kalimantan “Ida Dayak”. Berita mengabarkan belakangan ini bahwa Ida Dayak telah membuka praktik pengobatan di wilayah Jawa Barat dan kini mulai berkeliling Indonesia untuk melakukan pengobatan tanpa memungut biaya tertentu (dibayar seiklasnya sesuai dengan kemampuan pasien). Ida Dayak adalah seorang pengobat alternatif asal Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur. Namanya menjadi viral setelah video rekaman dirinya saat mengobati pasien secara non-medis tersebar di media sosial. Dalam video tersebut, Ida Dayak menggunakan minyak bintang berwarna merah untuk mengobati berbagai penyakit pasiennya, mulai dari patah tulang, stroke, hingga menyembuhkan pasien tuli dan bisu. Ia juga mengawali ritual menari sebelum melakukan praktik pengobatannya.Fenomena ini langsung mengundang komentar berbagai kalangan, termasuk para tenaga medis yang tentu saja yang masih meragukan keabsahan metode pengobatan Ida Dayak. Meskipun begitu, pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan, bersikap moderat dalam menanggapi pengobatan Ida Dayak. Pengobatan tradisional tentu tidak dilarang, bahkan kini sudah terdapat beberapa payung hukumnya melalui Permenkes Nomor 37 Tahun 2017 tentang pengobatan tradisional. Tidak hanya diatur secara terpusat, beberapa wilayah provinsi lainnya juga mendeklarasikan peraturan serupa yangmengatur pengobatan tradisional sesuai kearifan budaya lokal masing-masing seperti contohnya Provinsi Bali melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 55 tahun 2019 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali. Peraturan tersebut pun kini telah dituangkan menjadi langkah nyata dimana Pemerintah Provinsi Bali mulai mengintegrasikan pengobatan tradisional ke berbagai fasilitas kesehatan mulai dari tingkat puskesmas hingga Rumah Sakit. Upaya yang ditempuh Pemerintah Provinsi Bali ini merupakan salah satu bentuk pemerintah untuk mempromosikan penggunaan pengobatan tradisional sebagai bagian dari sistem kesehatan masyarakat. Pemerintah Provinsi Bali pun telah mengembangkan program pelatihan untuk praktisi pengobatan tradisional dan memberikan sertifikasi dan lisensi untuk mereka yang berhasil menyelesaikan program tersebut. Program ini bertujuan untuk membantu memastikan bahwa pengobatan tradisional yang diberikan adalah aman, efektif, dan sesuai dengan praktik medis modern.Pengobatan tradisional sendiri bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Indonesia apalagi Bali, karena akar pengobatan tradisional adalah pengetahuan ekologi tradisional yang bersumber dari pengetahuan lokal yang diproduksi masyarakat tradisional, diwariskan dari generasi ke generasi melalui pranata informal. Pengobatan tradisional memiliki potensi besar untuk menjadi alternatif pengobatan yang aman dan efektif. Namun, untuk memastikan pengobatan tradisional benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat, perlu adanya upaya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan tenaga kesehatan tradisional untuk meningkatkan kesadaran dan meningkatkan kualitas pengobatan tradisional.Berbagai pengobatan alternatif seperti yang dilakukan oleh Ida Dayak menjadi fenomena sosial yang menarik untuk dibahas dalam konteks sistem kesehatan masyarakat. Sebab, sistem kesehatan masyarakat memiliki peran penting dalam memberikan akses dan pelayanan kesehatan yang merata bagi masyarakat. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis terkait fenomena pilihan pengobatan tradisional bagi masyarakat perkotaan menemukan beberapa faktor utama yang menyebabkan masyarakat masih tertarik terhadap upaya pengobatan tersebut. Pertama, faktor ekonomi menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat memilih pengobatan alternatif. Beberapa masyarakat mungkin merasa kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan modern karena keterbatasan ekonomi. Pengobatan alternatif yang menawarkan harga yang lebih terjangkau menjadi pilihan yang menarik bagi masyarakat. Kedua, kepercayaan individu terhadap pengobatan juga memainkan peran penting. Beberapa individu mungkin lebih memilih pengobatan alternatif karena keyakinan pribadi mereka, meskipun pengobatan modern juga tersedia. Ketiga, kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan alternatif seringkali dipengaruhi oleh bukti-bukti kasus kesembuhan yang berhasil dicapai oleh pengobatan alternatif. Sehingga, masyarakat terkadang lebih memilih pengobatan alternatif meskipun belum memiliki bukti ilmiah yang valid tentang keefektifannya. Keempat, ketersediaan informasi yang mudah diakses di era digital saat ini memainkan peran penting dalam meningkatkan popularitas pengobatan alternatif. Masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan informasi tentang pengobatan alternatif melalui media sosial atau internet, tanpa harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan tenaga medis. Kelima, kekurangan tenaga medis atau pelayanan kesehatan di daerah tertentu juga dapat menjadi alasan masyarakat memilih pengobatan alternatif. Beberapa daerah mungkin memiliki keterbatasan dalam hal ketersediaan tenaga medis, sehingga pengobatan alternatif yang lebih mudah diakses menjadi pilihan yang menarik.Meskipun pengobatan alternatif seperti yang dilakukan oleh Ida Dayak dapat memberikan harapan bagi masyarakat, namun perlu diingat bahwa pengobatan alternatif juga memiliki risiko yang harus dipertimbangkan dengan matang. Masyarakat harus memperhatikan risiko tersebut dan memilih pengobatan yang berbasis bukti ilmiah dan memiliki sertifikasi dari otoritas kesehatan yang berwenang. Dalam sistem kesehatan masyarakat, penting untuk memperhatikan pilihan pengobatan yang diambil oleh masyarakat. Sistem kesehatan masyarakat harus memberikan akses dan pelayanan kesehatan yang merata dan berkualitas, sehingga masyarakat dapat memilih pengobatan yang tepat dan aman untuk kesehatan mereka. Peran tenaga medis, otoritas kesehatan, dan masyarakat itu sendiri sangat penting dalam menciptakan sistem kesehatan masyarakat yang sehat dan berkualitas.
2023-04-17
Sumber: Dokumentasi Pribadi Menyusui merupakan suatu anugerah yang dimiliki seorang ibu untuk memenuhi hak bayi dalam mendapatkan ASI. Sesuai anjuran dari WHO, menyusui secara langsung atau yang biasa disebut Direct Breastfeeding (DBF) sangat dianjurkan karena telah terbukti memberikan banyak manfaat baik untuk ibu maupun bayi. Namun, terkadang terdapat kondisi ibu maupun bayi yang tidak memungkinkan untuk menyusui secara langsung misalnya ibu bekerja maupun bayi yang terlanjur bingung puting. Nah, untuk menjawab permasalahan tersebut maka dikenalkanlah istilah ekslusif pumping atau eping yang merupakan metode menyusui dengan hanya memompa saja. Tentu saja metode ini memiliki banyak kelebihan dan kekurangan. Untuk itulah, sebelum memutuskan untuk menjadi ibu eping ada baiknya anda membaca dahulu serba-serbi seputaran eping di bawah ini: Pengertian Eksklusif Pumping (EPING) Eksklusif pumping sebenarnya merupakan metode lama pemberian ASI namun baru-baru ini hal tersebut mulai dikenalkan secara luas oleh konselor ASI sebagai metode alternatif pemberian ASI. Jadi eping adalah suatu metode menyusui hanya melalui ASI perah yang dipompa secara teratur. Jadi kuncinya adalah pemerahan ASI secara teratur atau mengikuti jadwal tertentu dengan tujuan untuk menciptakan demand palsu bagi tubuh ibu untuk memproduksi ASI. Kemudian, ASI perah dapat diberikan melalui media seperti botol dot, sendok ataupun alat bantu lainnya kepada bayi. Terkadang eping dapat menjadi solusi sementara waktu sampai ibu dapat menyusu langsung pada ibunya. Namun beberapa ibu juga melakukannya dalam jangka waktu panjang karena kondisi tidak dapat menyusui secara langsung ataupun karena faktor kenyamanan. Jadwal Pumping yang Direkomendasikan untuk Ibu Eping Sebagai ibu eping, sangat wajib untuk mengikuti jadwal perah yang telah dianjurkan oleh Konselor ASI. Jadwal ini terbukti dapat menjaga supply ASI bahkan hingga bayi berumur 2 tahun. Untuk memperlancar produksi ASI maka ibu eping harus memperhatikan faktor frekuensi pompa berdasarkan umur bayi, melakukan pompa ASI dini hari dan durasi pompa yang direkomendasikan. Sumber: Eping.id Tabel diatas merupakan jadwal perah yang direkomendasikan untuk diikuti oleh ibu eping. Untuk bayi berusia 0-6 bulan, ibu disarankan untuk memompa ASI setiap 2 jam sekali karena nutrisi bayi hanya didapatkan dari ASI saja. Ketika bayi mulai memasuki usia MPASI maka, jadwal pumping ibu akan berkurang karena kebutuhan nutrisi harus dipenuhi oleh sumber makanan padat lainnya. Untuk durasi pompa disarankan selama 20-30 menit setiap sesi atau sesuai kenyamanan ibu. Untuk mempertahankan supply ASI, ibu eping direkomendasikan untuk tidak melewatkan sesi pompa dini hari (antara pukul 01.00 s.d 5 pagi) karena hormon prolaktin yang sangat tinggi pada jam tersebut. Memutuskan menjadi Ibu Eping, apa yang harus diperhatikan? Sumber: Hello Sehat Menjadi ibu eping tidaklah mudah karena memerlukan komitmen yang besar, dukungan orang terdekat/komunitas ASI dan tentu saja peralatan pompa yang mumpuni, Jangan pernah memutuskan untuk menjadi ibu eping disaat hati masih setengah-setengah karena keputusan menjadi ibu eping sangatlah besar dan sangat berdampak pada hidup ibu itu sendiri. 1. Komitmen yang besar Komitmen yang besar harus menjadi landasan seorang ibu ketika hendak memutuskan menjadi seorang ibu eping. Tanyalah pada diri sendiri apa alasan menjadi ibu eping, jika jawabannya adalah untuk memenuhi hak anak dan sudah paham betul bahaya susu formula maka lanjutkan keputusan besar tersebut. Namun, jika alasan menjadi ibu eping hanya karena mengikuti trend atau teman maka sebaiknya hal ini tidak dilakukan. Ingat! menjadi ibu eping tidaklah mudah dan memerlukan pengorbanan yang besar. 2. Dukungan orang terdekat/komunitas pendukung ASI Menyusui tidak seindah teori. Mungkin ini ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi menyusui dan permasalahan yang dialami oleh para ibu. Dukungan orang terdekat seperti suami, keluarga ataupun komunitas pendukung ASI sangatlah penting ketika seorang ibu menghadapi masalah menyusui. Terkadang masalah yang timbul sangat menyakitkan psikis maupun fisik ibu itu sendiri. Dan tidak jarang seorang ibu menyerah untuk menyusui karena tidak mampu melewatinya. Komunitas menyusui dapat menjadi wadah untuk menumpahkan segala uneg-uneg maupun mencari solusi dari permasalahan menyusui yang dihadapi. 3. Peralatan Pompa ASI Sebagai ibu eping, peralatan pompa ASI merupakan hal wajib yang harus dimiliki. Disarankan untuk menggunakan alat pompa elektrik sehingga energi ibu tidak terkuras untuk pumping secara manual ditambah dengan jadwal perah yang padat. Peralatan pompa yang diperlukan tidak harus yang mahal namun nyaman dipakai karena peralatan pompa yang cocok antara satu ibu dengan ibu lainnya akan berbeda. Untuk itu sangat penting untuk menyewa berbagai brand pompa ASI sebelum memutuskan untuk membelinya. Itulah informasi singkat terkait metode eksklusif pumping atau yang dikenal dengan istilah Eping. Apapun metode menyusui yang dipilih baik menyusui langsung atau pompa, seorang ibu tentu saja menginginkan hal terbaik untuk bayinya. Mari kita support apapun keputusan tersebut dan semoga artikel ini bermanfaat.