Cakupan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif di Indonesia memang sudah cukup baik, namun apakah benar baik atau hanya semu? Lalu, apa kiranya hal-hal yang menghambat pemberian ASI eksklusif di Indonesia?
***
Air Susu Ibu (ASI) sudah tidak diragukan lagi manfaatnya bagi bayi yang baru lahir. Pemberian ASI dalam jangka waktu yang cukup akan membuat bayi menerima manfaat optimal dari cairan yang sangat bernutrisi ini. Jangka waktu yang disarankan adalah minimal selama enam bulan, atau yang sering disebut ASI eksklusif.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam artikel singkatnya yang berjudul “Exclusive breastfeeding for optimal growth, development and health of infants” menyatakan bahwa ASI eksklusif berarti bayi hanya diberi makan ASI. Tidak dibarengi dengan cairan ataupun makanan lainnya (kecuali dalam keadaan mendesak), tidak juga diberikan air, sirup, vitamin ataupun obat. Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan awal kehidupan sangat direkomendasikan oleh WHO untuk mendapatkan tumbuh kembang yang optimal dan kesehatan.1
Kampanye tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan telah lama diinisiasi dan suarakan secara lantang sejak 1990 dimana dirumuskan juga Ten Steps to Sucessful Breastfeeding. Cakupan emberian ASI eksklusif masih cenderung fluktuatif atau mengalami kenaikan dan penurunan.
Cakupan ASI eksklusif di Indonesia menurut laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menunjukkan bahwa secara umum angka ASI eksklusif untuk bayi berusia kurang dari enam bulan mencapai 52% angka tersebut mengalami peningkatan sekitar 11% dibandingkan riset serupa pada 2012. Namun, dari sumber data yang sama juga dapat dilihat bahwa persentase ASI eksklusif menurun seiring dengan pertambahan usia anak. Untuk anak usia di bawah satu bulan persentasenya lumayan tinggi, 67%. Angka ini mulai berkurang menjadi 55% pada anak usia 2-3 bulan, dan menurun drastis menjadi 38% pada anak usia 4-5 bulan.2
Menurut Dewi dan koleganya dalam tulisannya di The Conversation yang bertajuk “Pemberian ASI eksklusif di Indonesia baru capaian semu, ini tanggung jawab siapa?”, menurunnya presentase ASI eksklusif ini mengartikan angka cakupan ASI eksklusif yang mencapai 52% tersebut sebenarnya merupakan capaian semu karena belum menggambarkan persentase bayi yang benar-benar memperoleh ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya, tanpa asupan lain seperti susu formula (susu pengganti ASI buatan pabrik), pisang, air tajin, dan makanan/minuman lainnya.3
Melihat data cakupan ASI eksklusif tersebut, maka timbul pertanyaan yang mendasar tentang hambatan dalam pemberian ASI eksklusif yang berdampak pada rendahnya cakupan ASI eksklusif. Berikut beberapa hal yang menghambat ASI eksklusif di Indonesia:
Apa yang menghambat ASI eksklusif di Indonesia?
- Minim dukungan dari lingkungan terdekat
Dalam hal pemberian ASI eksklusif, ibu tidak bisa melakukannya sendiri, pelibatan orang-orang terdekat untuk memberi masukkan dan dukungan kerap diperlukan. Namun, pelibatan orang-orang terdekat tidak selalu menghasilkan keputusan yang menguntungkan bagi ibu dan bayi.
Misalnya saja seperti yang dinyatakan Handayani dalam tulisan yang berbasis risetnya di Kota Palu, bahwa suami, mertua dan orang tua ibu justru menjadi faktor penghambat terbesar untuk keberhasilan ibu menyusui bayinya.4 Minimnya dukungan sosial yang bersumber dari keluarga inti merupakan faktor pertama yang mempengaruhi kegagalan ibu menyusui. Suami, mertua, dan orang tua justru tidak menjadi mata rantai yang meningkatkan dan menjaga keinginan ibu menyusui bayinya. Tiga orang penting di lingkungan ibu tersebut, secara sikap tidak mau mendukung keberhasilan ibu muda dalam menyusui.
- Oknum bidan sebagai “distributor” susu formula
Seperti yang ditulis oleh Sitohang dalam artikelnya yang bertajuk “Sebagian besar ibu di Indonesia tidak beri ASI eksklusif 6 bulan, apa penghambatnya?”5, menilik dari data riset kesehatan dasar pada 2013, sebagian besar penolong persalinan ibu adalah bidan.6 Bidan sebagai tenaga kesehatan mempunyai andil besar dalam memulai pemberian ASI eksklusif, yang disebut dengan inisiasi menyusui dini (IMD). Di luar keadaan medis yang tidak memungkinkan, bayi harus segera diberikan kepada ibunya untuk segera disusui. Bidan mempunyai kesempatan besar dalam memotivasi ibu untuk memberi ASI ekslusif, menginformasikan pentingnya ASI sebagai satu-satunya makanan yang cocok dicerna bayi serta tips memberikan ASI eksklusif bagi ibu pekerja.
Faktanya, penelitian yang dilakukan di salah satu Kecamatan di Kota Medan pada 2015 menunjukkan 41,7% bidan menawarkan susu formula secara langsung kepada ibu pasca melahirkan.7 Sebagai orang yang dipercaya, dihormati, dan memberikan pelayanan kesehatan secara langsung di masyarakat, langkah bidan menawarkan susu formula itu mudah diterima oleh ibu yang baru melahirkan. Dalam konteks ini, bidan secara tidak langsung telah menjadi “agen distribusi” susu formula.
Cerita tentang bagaimana gencarnya perusahaan susu formula menjalin kerjasama ‘terlarang’ dengan bidan, sempat terjadi pada bidan di Klaten dan diangkat menjadi suatu artikel yang bertajuk “Dosa Etik Produsen Susu Formula” di platform Tirto.id. Disebutkan dalam artikel tersebut bahwa sebelum diterapkannya Perda ASI, semua bidan di Klaten merupakan ujung tombak penjualan susu formula. Keadaan ini tentu menjadi penghambat yang nyata bagi keberhasilan ASI eksklusif.
Sebagai orang yang dipercaya, dihormati, dan memberikan pelayanan kesehatan secara langsung di masyarakat, langkah bidan menawarkan susu formula itu mudah diterima oleh ibu yang baru melahirkan. Dalam konteks ini, bidan juga menjadi “agen distribusi” susu formula. Padahal, susu formula tidak sepenuhnya dapat dicerna oleh usus bayi yang masih sensitif.(Sitohang)
- Bahaya paparan iklan susu formula dan regulasi yang cuma jadi “macan kertas”
Paparan iklan walaupun tidak semasif sebelum regulasi tentang ASI eksklusif dibentuk tetap saja membawa dampak. Persepsi bahwa susu formula lebih bergizi ketimbang ASI tetap terbentuk bahkan hingga sekarang karena masih adanya iklan susu formula untuk anak usia di atas satu tahun.
Menurut Handayani, kemiripan kemasan dan tidak adanya pernyataan yang jelas pada iklan bahwa produk hanya untuk kelompok umur tertentu membuat ibu dan masyarakat cenderung berasumsi bahwa produk yang diiklankan juga sesuai untuk anak di bawah enam bulan.4
Meskipun sudah terdapat berbagai regulasi yang berkaitan dengan ASI eksklusif, tersedianya regulasi terkait pembatasan promosi dan pemasaran produk Pengganti ASI tidak lantas langsung dapat menyelesaikan masalah. Kendati berlapis, regulasi promosi dan pemasaran susu formula dan pangan bayi tetap tak bertaring. Mekanisme penegakkan hukumnya masih kabur. Bahkan dalam salah satu artikel Tirto.id yang membahas bagaimana masih kaburnya penegakkan regulasi ini memberi tajuk “Regulasi Ompong Menjerat Produsen Susu Bayi”.9
- Kurang dukungan dari tempat kerja
Permasalahan yang sering muncul ditempat kerja yang memengaruhi kelangsungan ASI eksklusif adalah ketika tempat kerja belum menyediakan ruang menyusui. Dalam artikel yang berbasis studinya, Dewi dan koleganya menemukan bahwa ketersediaan ruang laktasi menjadi persoalan, tidak hanya di perusahaan swasta, tapi juga di instansi pemerintah.3
Disampaikan juga dalam artikel yang sama bahwa di antara buruh perempuan, permasalahannya lebih kompleks karena terdapat dilema antara memerah ASI dan risiko penurunan penghasilan. Memerah ASI berarti mengurangi jam kerja dan mengurangi hasil kerja. Dampaknya juga akan mengurangi penghasilan
- Persepsi yang keliru
Tidak dapat dipungkiri juga bahwa faktor internal suksesnya pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh pengetahuan dan persepsi ibu. Persoalannya, sebagian ibu belum memiliki pemahaman yang cukup tentang pentingnya ASI bagi bayi.
Masih adanya anggapan bahwa susu formula lebih bernutrisi dan dapat membuat anak mereka lebih cerdas. Ada pula persepsi bahwa memperkenalkan bayi dengan makanan sejak dini dapat menstimulasi mereka agar mau makan saat usia enam bulan. Secara psikologis, ibu juga terkadang tersugesti bahwa produksi ASI-nya tidak mencukupi dan merasa kesulitan jika harus memerah ASI di kantor (bagi ibu bekerja). Akhirnya mereka menyerah. Alasan-alasan ini yang membuat ibu memutuskan untuk menambahkan asupan selain ASI (baik makanan, air putih, maupun susu formula) kepada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan.3
Memberikan ASI eksklusif sangat direkomendasikan, namun berbagai hambatan muncul dalam penerapannya di Indonesia. Hambatan mulai dari minim dukungan dari lingkungan terdekat, oknum bidan sebagai “distributor” susu formula, bahaya paparan iklan susu formula dan regulasi yang cuma jadi “macan kertas”, kurang dukungan dari tempat kerja dan persepsi yang keliru.
Hambatan-hambatan tersebut diharapkan dapat diatasi setelah sudah berhasil diidentifikasi. Meningkatkan cakupan ASI eksklusif di Indonesia merupakan suatu keharusan jika ingin generasi penerus tumbuh dan berkembang dengan maksimal.
***
Sumber :
- World Health Organization. (2019). Exclusive breastfeeding for optimal growth, development and health of infants. Diakses dari situs https://www.who.int/elena/titles/exclusive_breastfeeding/en/ pada 26 November 2020.
- Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Kesehatan. (2017). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. https://promkes.net/2018/10/19/laporan-survei-demografi-dan-kesehatan-indonesia-sdki-tahun-2017/
- Dewi, R. K., Saputri, N. S., & Alifia, U. (2019). Pemberian ASI eksklusif di Indonesia baru capaian semu, ini tanggung jawab siapa?. The Conversation. Diakses dari situs https://theconversation.com/pemberian-asi-eksklusif-di-indonesia-baru-capaian-semu-ini-tanggung-jawab-siapa-121750 pada 26 November 2020.
- Handayani, A. M. S. (2020). Riset di Kota Palu: suami, mertua dan ibu kandung hambat keberhasilan ibu menyusui. The Conversation. Diakses dari situs https://theconversation.com/riset-di-kota-palu-suami-mertua-dan-ibu-kandung-hambat-keberhasilan-ibu-menyusui-142679 pada 26 November 2020.
- Sitohang, M. Y. (2018). Sebagian besar ibu di Indonesia tidak beri ASI eksklusif 6 bulan, apa penghambatnya?. The Conversation. Diakses dari situs https://theconversation.com/sebagian-besar-ibu-di-indonesia-tidak-beri-asi-eksklusif-6-bulan-apa-penghambatnya-100958 pada 26 November 2020.
- Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Bruh, R. H., & Adi, M. S. (2015). Tawaran Langsung Yang Dilakukan Bidan Berpengaruh Terhadap Pemberian Susu Formula Kepada Bayi Baru Lahir. Pena Medika Jurnal Kesehatan, 5(1).
- Tirto.id. 2018. Dosa Etik Produsen Susu Formula. Diakses dari situs https://tirto.id/dosa-etik-produsen-susu-formula-cJew pada 26 November 2020.
- Tirto.id. 2018. Regulasi Ompong Menjerat Produsen Susu Bayi. Diakses dari situs https://tirto.id/regulasi-ompong-menjerat-produsen-susu-bayi-cJfn pada 26 November 2020.