Oleh: Kadek Darmawan, S.K.M.
Staf Riset di Center for Public Health Innovation Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan Staf Riset di Yayasan Pusat Inovasi Kesehatan (PIKAT)
Tentunya kalian sudah tidak asing dengan istilah stunting? Iya, suatu kondisi tinggi badan atau panjang badan yang pendek atau kurang jika dibandingkan dengan umur pada anak balita. Dalam situs Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) menyebutkan bahwa stunting terjadi akibat kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting ini dapat terjadi sejak masih dalam kandungan dan terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Anak yang mengalami stunting baru akan terlihat setelah anak berumur 2 tahun.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Beal et.al (2018) disebutkan bahwa anak yang mengalami stunting juga berdampak pada perkembangan motorik dan mental yang terlambat serta kemampuan kognitif yang tidak maksimal sehingga kerap kali menyebabkan prestasi belajar anak menjadi buruk. Selain itu, dalam situs Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) juga menyebutkan bahwa efek jangka panjang dari stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi yaitu faktor risiko terjadinya diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi.
Lalu, bagaimana sih kasus stunting di Indonesia?
Dalam beberapa tahun terakhir ini, diketahui bahwa prevalensi stunting di Indonesia mengalami penurunan. Mengutip dari situs Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2023) menyebutkan data hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022 diketahui bahwa prevalensi stunting di Indonesia mengalami penurunan dari 24,4% pada tahun 2021 menjadi 21,6% pada tahun 2022. Menurunnya prevalensi stunting ini merupakan prestasi seluruh komponen bangsa Indonesia.
Berarti perjuangan melawan stunting di Indonesia sudah selesai?
BELUM!
Meskipun trend stunting di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun, tetapi hal ini masih berada di bawah rekomendasi World Health Organization (WHO) yaitu prevalensi stunting harus di angka kurang dari 20%. Selain itu, masih terdapat sekitar 1 dari 5 anak Indonesia yang masih mengalami stunting sehingga permasalahan stunting ini masih menjadi fokus utama pemerintah Indonesia dalam bidang kesehatan yang mendapatkan perhatian khusus.
Hmm, memang apa sih penyebab terjadinya stunting?
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yanti et.al (2020) menyebutkan bahwa faktor risiko terjadinya stunting dibagi menjadi 3 kategori yaitu (1) Pengetahuan ibu dan pola asuh orang tua; (2) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan status gizi terhadap stunting; (3) Dan status ekonomi keluarga. Penjelasannya sebagai berikut:
- Pengetahuan ibu dan pola asuh orang tua: Pengetahuan ibu secara tidak langsung berhubungan dengan kejadian stunting pada anak. Hal ini dikarenakan ibu dengan pengetahuan yang baik akan lebih mempertimbangkan gizi yang baik untuk anaknya. Selain itu, pola asuh orang tua juga secara tidak langsung dapat berkontribusi terhadap terjadinya stunting pada anak. Pola asuh yang kurang baik seperti praktik pemberian makan dan praktik kebersihan dan kesehatan yang kurang baik memiliki risiko yang lebih tinggi anak mengalami stunting.
- Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan status gizi terhadap stunting: BBLR merupakan salah satu faktor risiko paling dominan terhadap kejadian stunting pada anak. BBLR merupakan sebuah kondisi berat badan bayi kurang dari 2,5 kg. BBLR biasanya dapat terjadi pada bayi yang lahir prematur ataupun mengalami gangguan perkembangan ketika di dalam kandungan. Hal ini menjadi perhatian serius terhadap kebutuhan gizi ibu saat hamil. Bukan hanya itu, status gizi anak juga berkaitan langsung dengan stunting. Anak dengan tingkat kecukupan protein dan zat besi yang kurang, memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami stunting. Status gizi ini sangat berhubungan dengan ketahanan pangan sehingga semakin baik ketahanan pangan suatu keluarga maka cenderung memiliki status gizi yang baik
- Status ekonomi keluarga: Keluarga dengan status ekonomi yang kurang, cenderung memiliki daya beli yang kurang terhadap makanan yang memiliki zat gizi yang baik. Hal ini menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi makro dan mikro. Padahal jika mengalami kekurangan gizi pada ibu hamil maupun balita tentu dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting pada anak.
Yuk Cegah Stunting pada anak dengan ABCDE!
Sebelumnya, pemerintah Indonesia dalam mengatasi terjadinya stunting mempunyai dua metode yaitu intervensi secara spesifik dan intervensi secara sensitif. Namun, dalam artikel ini akan membahas lebih lanjut tips mencegah stunting pada anak menggunakan formula ABCDE yang juga digaungkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Apa sih itu Formula ABCDE?
ABCDE merupakan sebuah tips yang dapat digunakan untuk meminimalisir potensi stunting pada anak, diantaranya:
- Aktif minum Tablet Tambah Darah (TTD): Bagi remaja putri diharapkan untuk mengonsumsi TTD 1 tablet setiap seminggu sekali. Sedangkan konsumsi TTD bagi ibu hamil diharapkan 1 tablet setiap hari (minimal 90 tablet selama kehamilan).
- Bumil teratur periksa kehamilan minimal 6 kali: Ibu Hamil diharapkan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 6 kali dengan 2 kali oleh dokter menggunakan USG.
- Cukupi konsumsi protein hewani: Bagi bayi berusia di atas 6 bulan diharapkan untuk mengonsumsi protein hewani setiap hari.
- Datang ke Posyandu setiap bulan: Melakukan pemantauan pertumbuhan (timbang dan ukur), perkembangan serta imunisasi balita ke posyandu setiap bulan.
- Eksklusif ASI 6 bulan: Berikanlah ASI eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan hingga usia 2 tahun.
Sekarang sudah paham kan dengan formula ABCDE untuk meminimalisir potensi stunting pada anak. Yuk bersama kita lakukan ABCDE untuk menyehatkan dan mencerdaskan generasi Indonesia masa depan!
Referensi
Beal, T., Tumilowicz, A., dan Sutrisna, A. 2018. A Review of Child Stunting Determinants in Indonesia. Maternal Child Nutrition. 14 (4): 1-10.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Mengenal Stunting dan Gizi Buruk. Penyebab, Gejala, dan Mencegah. Diakses dari https://promkes.kemkes.go.id/?p=8486. Diakses pada tanggal 2 Mei 2023 (11:13).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2023. Prevalensi Stunting di Indonesia Turun ke 21,6% dari 24,4%. Diakses dari https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230125/3142280/prevalensi-stunting-di-indonesia-turun-ke-216-dari-244/. Diakses pada tanggal 2 Mei 2023 (10.58).
Yanti, N.D., Betriana, F., Kartika, I.R. 2020. Faktor Penyebab Stunting Pada Anak. Real in Nursing Journal (RNJ). 3 (1): 1-10.