2023-07-24
International AIDS Society (IAS) mengadakan acara konferensi IAS ke-12 yang dilaksanakan dari Minggu, 23 Juli hingga Rabu, 26 Juli 2023. Konferensi ini merupakan salah satu pertemuan paling berpengaruh di dunia dalam penelitian HIV dan penerapannya. Konferensi dua tahunan ini menyajikan kemajuan penting dalam penelitian HIV, baik yang bersifat dasar, klinis, maupun operasional, yang mempengaruhi kebijakan dan praktik di bidang ini. Dengan program yang terbuka dan inklusif, pertemuan ini menetapkan standar tinggi dalam ilmu pengetahuan HIV dan menampilkan beragam penelitian terkini yang mutakhir.
Pada tanggal 23 Juli 2023 pukul 13.00 hingga 14.30 waktu Standar Timur Australia bertempat di Brisbane Convention and Exhibition Centre, telah berlangsung acara satelit yang merupakan salah satu sesi dari konferensi IAS 2023. Dalam sesi ini terdiri dari serangkaian presentasi singkat dari berbagai negara, diikuti oleh diskusi panel untuk mengeksplorasi peluang dan tantangan dalam mengakhiri AIDS di Asia dan Pasifik pada tahun 2030.
Sesi satelit dimulai dengan pengantar dari Direktur Jenderal WHO atau Direktur Departemen Program HIV Global, Hepatitis, dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Menteri DFAT atau Staf Senior. Kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari Dr. Lucy John, yang menjabat sebagai Manajer Pengendalian Penyakit dan Pengawasan di Papua Nugini dan Prof. dr. Pande Putu Januraga, M.Kes., DrPH, yang merupakan seorang akademisi dari Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, Indonesia.
Setelah presentasi, acara dilanjutkan dengan diskusi panel yang dipimpin oleh Lady Roslyn Morauta dengan beberapa anggota panel antara lain Dr. Ronivin Garcia Pagtakhan merupakan pendiri dan Direktur Eksekutif Love Yourself, Filipina; Ibu Dao Hong Lan merupakan Menteri Kesehatan Vietnam; Dashika Balak merupakan petugas medis senior dari Kementerian Kesehatan dan Pelayanan Medis Fiji; dan Annette Sohn merupakan Wakil Presiden dan Direktur TREAT Asia.
Dalam sesi ini disampaikan juga bahwa hal yang menjadi sorotan dari Indonesia yaitu terdapat sekitar 540.000 orang yang hidup dengan HIV, dengan hanya 152.525 orang (28%) yang menerima terapi antiretroviral (ART) pada tahun 2022. Meskipun ada penurunan 27% dalam infeksi HIV baru secara keseluruhan sejak tahun 2010, epidemi HIV di Indonesia lebih terkonsentrasi pada populasi kunci dengan tingkat prevalensi dan insidensi HIV yang lebih tinggi, seperti prevalensi HIV mencapai 17,9% di antara pria yang berhubungan seks dengan pria dan 11,9% pada wanita transgender. Uji viral load HIV masih terpusat dan belum tersedia secara luas. Indonesia telah memperkenalkan proyek demonstrasi tentang Pre-Exposure Prophylaxis HIV (PrEP), namun menghadapi kesulitan dalam merekrut dan mempertahankan orang-orang yang membutuhkan intervensi biomedis ini.
Meskipun ada tantangan, banyak cerita keberhasilan berasal dari respons HIV di Asia dan Pasifik, termasuk PrEP, respons berbasis masyarakat, tes berbasis masyarakat, program tidak terdeteksi dan peningkatan diagnostik HIV. Wilayah ini juga dapat mengharapkan inovasi lebih lanjut dalam respons melalui kemajuan global dalam pengobatan jangka panjang dan PrEP, pendekatan eliminasi ganda, serta agenda penelitian yang berlanjut.
Ditulis oleh: Kadek Darmawan, S.K.M.