Home Penelitian Produk Pengetahuan Berita Tentang Kami

Bergabung untuk mendapatkan pengalaman pembelajaran terkait kesehatan

Atau

Contact us

Penerimaan Program PIK-Remaja BKKBN Ditinjau dari Perspektif Sekolah


2018-01-01


Peneliti

Prof. dr. Pande Putu Januraga, M.Kes., Dr.PH Putu Ayu Indrayathi, S.E., MPH NI LUH PUTU SUARIYANI, S.KM., MHlth.IntDev dr. Desak Putu Yuli Kurniati, M.K.M I Desak Ketut Dewi Satiawati Kurnianingsih, S.KM, M.Kes I Gusti Ayu Agung Putri Krismayanthi, S.K.M

Rekan Kerja

BKKBN

Ringkasan

Program GenRe BKKBN di sekolah-sekolah ditujukan  agar dapat menjadi forum diskusi bagi remaja untuk mengatasi berbagai masalah seksual remaja. Pihak sekolah menerima dengan baik keberadaan dari PIK Remaja di sekolah sebagai tempat informasi kesehatan reproduksi remaja, karena merasa bahwa remaja saat ini rentan untuk masuk dalam masalah pergaulan bebas dan narkoba. 

Implementasi PIK R disekolah juga sangat terbantu keberhasilannya bila guru dan sekolahnya mendukung baik dalam kebijakan dan juga sarana prasana. Hal ini tampak pada SMA 2 Semarapura, dimana sekolah membuat kebijakan morning speak untuk mengasah kemampuan siswa dalam public speaking.  Dukungan kebijakan lainnya berupa pembuatan Surat Keputusan (SK) bagi para konselor sebaya, dan ijin dari sekolah saat ada kegiatan pengimbasan ke sekolah lain atau sekaa teruna teruni.  Dari sisi sarana prasarana, sekolah SMA 2 Semarapura juga menyediakan ruang konseling khusus untuk pra konselor menjalankan tugasnya.  Peran factor reinforcing lainnya adalah program kesehatan reproduksi remaja yang serupa dengan PIK- Remaja, yaitu KSPAN. Jika dibandingkan dengan program KSPAN maka program PIK-Remaja dianggap masih kurang aktif di publik sehingga  sedikit yang memanfaatkan konselor sebaya. Namun walaupun begitu, dua program ini dapat saling menguatkan di SMA 2 Semarapura karena beberapa siswa yang ikut ektra KSPAN juga ikut dalam PIK Remaja. 

Sedikit berbeda bila melihat implementasi di SMP 6 Denpasar, program PIK-R masih tergolong baru dan masih belum jelas pelaksanaannya bahkan tidak diketahui oleh siswa/I sekolah setempat, sarana prasarana pendukung juga belum ada dan belum media edukasi belum dimanfaatkan dengan baik. Dari kondisi ini tampak bahwa dukungan kebijakan sekolah dan juga guru Pembina memegang peranan penting untuk implementasinya dilapangan. Fokus PIK Remaja yang menonjolkan pemberdayaan siswa itu sediri, tetap memerlukan peran fasilitator yang baik, dalam hal ini Pembina dan kebijakan sekolah agar pelaksanaannya dapat berjalan lancar. 

Sebagai rekomendasi selanjutnya, sosialisasi tentang PIK Remaja perlu diberikan juga kepada guru-guru termasuk pembinanya. Upaya advokasi perlu diimplementasikan juga disekolah, tidak berhenti pada buku pedoman saja, yang bertujuan untuk menggalang dukungan pihak sekolah. Sebuah pemberdayaan (dari, oleh dan untuk) siswa dalam PIK remaja sangat tergantung keberhasilannya bila didukung oleh proses advokasi dan juga bina suasana.