2023-04-18
Oleh: Betty Oktaviana, S.Keb., Bd., MKM
1. Peneliti Center for Public Health Innovation (CPHI) FK Universitas Udayana
2. Peneliti Yayasan Pusat Inovasi Kesehatan (PIKAT)
Gender dan fenomena kekerasan berbasis gender
Gender tidak sama dengan seks. Seks merupakan perbedaan yang sifatnya biologis berdasarkan pada jenis kelamin yang dimiliki. Sedangkan gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Laki-laki dan perempuan merupakan dua entitas yang kerap dibedakan dalam kondisi jenis kelamin (seks) dan peran yang harus dilakukan (gender).
Karena terbentuk melalui proses sosial dan budaya di masyarakat, perempuan dipersepsikan sebagai individu dengan ruang gerak yang lebih terbatas dibandingkan laki-laki. Sehingga tidak heran jika tingkat pendidikan dan penghasilan yang rendah lebih umum ditemui pada perempuan. Meskipun sudah bukan di jaman R.A. Kartini, dimana kemajuan teknologi begitu terbuka dan berkembang dengan pesat, “kacamata” gender yang sama masih melemahkan perempuan. Hal ini memunculkan permasalahan lain salah satunya yaitu kekerasan berbasis gender (KBG) yang lebih sering dialami perempuan.
Di tahun 2022, Komnas Perempuan menerima pengaduan rata-rata sebanyak 17 kasus per harinya dan didominasi oleh kasus KBG. Data ini belum termasuk data yang dihimpun dari lembaga layanan. Berdasarkan kasus yang ditangani Komnas Perempuan, bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi di ranah personal adalah kekerasan psikis dan di ranah publik adalah kekerasan seksual. Sedangkan untuk kasus yang ditangani oleh lembaga layanan, bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan fisik. Akar masalah dari KBG adalah adanya norma, pemikiran, sikap dan struktur yang menciptakan ketidaksetaraan gender, diskriminasi, relasi kuasa yang timpang dan tidak adanya penghargaan pada hak asasi manusia.
Apa saja hak seksual dan reproduksi kita sebagai seorang perempuan?
Berdasarkan dokumen Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference for Population & Development/ICPD) di Kairo Mesir Tahun 1994, terdapat 12 hak reproduksi yang dimiliki setiap individu:
Yang seringkali terjadi, kurangnya pemahaman tentang hak yang dimilikinya menjadikan hal ini tabu dan cenderung terabaikan, terutama bagi perempuan, sehingga secara tidak langsung memberikan celah terhadap KBG.
Bagaimana menjadi perempuan sehat dan berdaya?
Untuk terhindar dari KBG dan menjadi sehat serta berdaya, perempuan perlu menyadari akan dirinya sendiri dan juga lingkungannya. Sadar akan diri dalam hal ini bukan persoalan tinggi rendahnya status sosial, tapi tentang bagaimana perempuan memberdayakan diri dengan segala kekuatan dan kelemahannya untuk menyerap informasi yang terkait dengan kondisinya, apa yang harus dilakukan, bagaimana harus menyampaikan kondisinya dan layanan apa yang seharusnya didapatkan. Sadar akan lingkungan sekitarnya adalah tentang bagaimana perempuan mengetahui siapa yang dapat memberikan pertolongan ketika membutuhkan, layanan apa saja yang tersedia, bagaimana cara mengakses, dan lain-lain. Oleh sebab itu, menyadari dan berupaya memenuhi hak sangatlah penting agar perempuan berkesempatan secara bebas dan bertanggung jawab untuk mewujudkan kondisi reproduksi yang sejahtera. Pilihan untuk menjadi perempuan yang sehat dan berdaya ada di tangan kita sendiri. Jika diri sendiri saja tidak mau tahu dan tidak peduli, bagaimana dengan orang lain?
Selamat Hari Kartini untuk seluruh perempuan Indonesia!
Referensi:
Komnas Perempuan. (2023). Lembar Fakta Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2023 - Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Publik dan Negara: Minimnya Pelindungan dan Pemulihan. [Internet], Available from: https://komnasperempuan.go.id/download-file/949.
Prijatni, Ida & Rahayu, Sri. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan: Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan-Kementrian Kesehatan RI.