Judul
MR Review: High Rates of HIV among Men who have Sex with Men (MSM) and Transgender Women (TGW) in Bali, Indonesia: Results from a Bali and Jakarta-Based Retrospective Cohort Study
Peneliti Utama
Pande Putu Januraga
Benjamin R. Bavinton
Peneliti Anggota
Brigitta Dhyah. K. Wardhani
Putu Erma Pradnyani
Gede Benny S. Wirawan
Nurhayati H. Kawi
Yogi Prasetia
Hendry Luis
John Kaldor
Matthew Law
Andrew E. Grulich
Waktu Penelitian
Januari 2021-Desember 2022
Lokasi Penelitian
Klinik Bali Medika
Klinik Bali Peduli
Klinik Anggrek, PKM Ubud 2
Klinik Globalindo Utama Jakarta
Klinik WM Medika YKP
Ringkasan
Tidak ada data terkait kejadian HIV longitudinal antara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) dan waria (TGW) di Indonesia. Penggunaan profilaksis pra pajanan (PrEP) juga diketahui sangat rendah dan hasil kaskade pengobatan HIV buruk. Kami melakukan studi kohort retrospektif menggunakan data rekam medis dari lima klinik swasta/non-pemerintah di Indonesia (Jakarta=1, Bali=4). Kami meninjau semua tes HIV di antara LSL/TGW usia ≥18 tahun yang dilaporkan sendiri antara 1 Januari 2018 hingga 31 Desember 2020 di Jakarta dan 1 Januari 2017 hingga 31 Desember 2019 di Bali. Mereka dengan tes awal HIV-negatif dan ≥1 tes tindak lanjut dimasukkan dalam orang-tahun (PY) berisiko untuk menentukan kejadian HIV dan 95% interval kepercayaan (CI). Perhitungan orang-tahun berisiko dimulai dari pengamatan tes negatif pertama hingga tes negatif atau serokonversi terakhir yang tercatat. Regresi Cox multivariat digunakan untuk menentukan faktor yang terkait dengan infeksi HIV; kami melaporkan Rasio Bahaya yang disesuaikan (aHR) dan 95% CI untuk asosiasi ini. Dari 5.203 dan 2.815 orang di Jakarta dan Bali, masing-masing, 3.998 dan 2.119 adalah HIV-negatif pada awal (prevalensi HIV=23.2% dan 21.9%). Dari jumlah tersebut, 2.304 (28.7%) melakukan tes ulang, jumlah median tes adalah 2 (IQR=1-2). Sampel longitudinal masing-masing terdiri dari 1.418 dan 873 individu; sekitar seperempat berusia <25 tahun, 94% adalah LSL, dan >60% telah dites HIV sebelumnya. Di Jakarta terdapat 127 insiden infeksi HIV pada 1354,5 PY, insiden HIV 9,39/100 PY (95% CI=7.89-11.17). Di Bali, ada 71 infeksi pada 981,2 PY, kejadian HIV 7,24/100 PY (95% CI=5.73-9.13). Dibandingkan dengan 18-24 tahun, insiden lebih rendah pada pasien yang lebih tua (untuk Jakarta – 30-39 tahun: aHR=0.58, 95% CI=0.35-0.96; 40+ tahun: aHR=0.34, 95% CI=0.14-0.80 ; untuk Bali – 25-29 tahun: aHR=0.51, 95% CI=0.29-0.89; 30-39 tahun: aHR=0.35, 95% CI=0.19-0.65; 40+ tahun: aHR=0.11, 95% CI= 0,03-0,48). Di Jakarta, mereka yang berpendidikan universitas memiliki insiden yang lebih rendah daripada mereka yang tidak (aHR=0.62, 95% CI=0.43-0.91). Di Bali, mereka yang dirujuk oleh petugas penjangkau memiliki insiden yang lebih tinggi daripada mereka yang datang sendiri (aHR=1.70, 95% CI=1.04-2.78).
Kesimpulan dalam studi kejadian HIV multi-provinsi pertama di Indonesia di antara LSL/TGW, kami mengamati tingkat kejadian yang sangat tinggi. Dalam kondisi penggunaan PrEP yang sangat rendah ini, langkah-langkah untuk mendorong tes HIV secara teratur dan penggunaan metode pencegahan HIV yang efektif, termasuk peningkatan PrEP secara cepat dan mobilisasi permintaan, sangat dibutuhkan. Investasi lokal dan internasional yang lebih besar dalam pencegahan dan pengobatan HIV pada populasi ini harus diprioritaskan untuk memenuhi tujuan penghapusan AIDS global.
Rekan Kerja
Yayasan Bali Peduli (Klinik HIV/IMS non-pemerintah)
Sumber Pendanaan
Kirby Insitute, AGS