By. Mellysa Kowara

(Center for Public Health Innovation Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Yayasan Pusat Inovasi Kesehatan)

Ibu kota Indonesia yaitu Jakarta kembali dinobatkan sebagai salah satu kota dengan tingkat polusi paling tinggi di dunia. Beberapa hari ini isu tersebut kembali hangat diperbincangkan akibat hasil analisis udara yang menunjukkan bahwa udara di Jakarta sudah beracun. Bukan hal yang mengagetkan lagi sebenarnya karena langit Jakarta yang selalu mendung. Dikiranya mendung eh ternyata tebalnya polusi yang sudah menjadi kabut di langit. Tentu saja fenomena ini sangat berbahaya ya karena manusia memerlukan oksigen yang dihirup melalui udara tiap harinya. Bisa dibayangkan kalau udara yang kita hirup mengandung banyak polutan, tentu saja akan mengganggu kesehatan paru-paru yang lambat laun akan menyebabkan permasalahan kesehatan.

Beberapa hari terakhir aku mencoba mengukur kualitas udara di sekitar lokasi tempatku tinggal dan hasilnya cukup membuatku gelisah. Aku kira kualitas udaranya akan berada di zona hijau tapi ternyata menunjukkan hasil moderate dengan Indeks Kualitas Udara AQI sebesar 97 yang artinya kelompok rentan seperti ibu hamil, bayi, balita, lansia serta orang dengan penyakit pernafasan bawaan dianjurkan untuk menghindari aktivitas luar ruangan di daerah tersebut. Hal ini disebabkan adanya resiko yang tinggi gangguan pernafasan akibat polusi udara.

(source: data pribadi penulis)

Aku kemudian melakukan observasi terhadap daerah dengan indeks AQI moderate dan memang daerah ini sangat padat dengan kendaraan bermotor. Selain itu terkadang ada saja penduduk lokal yang membakar sampah di depan rumah mereka. Tentu saja perilaku ini memperburuk kualitas udara yang sudah buruk. Memang semenjak Pandemi COVID-19 usai, roda perekonomian seperti mengejar ketertinggalannya dan di negara dengan sistem transportasi umum yang belum berkembang, macet merupakan tanda perekonomian yang baik. Yah baik untuk standar ekonomi tapi tidak untuk lingkungan. Aspek sustainability perlu diperhatikan supaya kita tetap dapat bekerja namun tetap dengan dampak yang minimal terhadap lingkungan. Jadi apa sih yang bisa kita lakukan untuk mengurangi polusi udara di sekitar tempat tinggal kita?

  1. Kurangi penggunaan kendaraan bermotor: Sebagai pengingat juga untuk diri sendiri dan kita semua, sebaiknya kurangi penggunaan kendaraan bermotor apalagi untuk berpergian jarak dekat seperti ke warung. Jalan kaki sangat menyehatkan dan bisa menguatkan tulang dan otot kita. Ga pengen kan setelah tua kita menjadi lemah dan tidak mampu beraktivitas. Gunakan kendaraan bermotor hanya jika bepergian jarak jauh atau bekerja.
  1. Kurangi melakukan pembakaran sampah pribadi: Nah ini perilaku Masyarakat yang harus dibenahi. Asap pembakaran sampah dapat menganggu tetangga dan mencemari udara. Curhat sedikit, tadi pagi ketika baru bangun tidur aku ingin duduk santai depan rumah sambil menghirup udara pagi, tapi tetangga ternyata sudah sibuk membakar sampahnya depan rumah. Buyar sudah keinginan itu. Yuk hentikan perilaku bakar sampah dan sebaiknya ikut program manajemen sampah di lingkungan rumah kalian.
  1. Tanam pohon hijau di depan rumah: Menanam pohon atau tanaman di rumah memberikan banyak manfaat antara lain rumah menjadi asri dan mampu membersihkan udara di rumah dengan menyerap polutan dan zat beracun pada udara yang kotor. Rumah dengan pekarangan yang minim mungkin bisa menanam tanaman dalam pot dan pilih jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan baik dalam media tersebut. Initinya, hijaukanlah rumahmu untuk kesehatanmu.

Yah beginilah kegelisahanku terkait mulai menurunnya kualitas udara di sekitar tempat tinggal. Aku berharap kita bisa menjaga lingkungan dan kualitas udara mulai dari lingkungan rumah kita dan berpikir jauh kedepan tentang kesehatan bumi. Semoga artikel ini bermanfaat untuk pembaca sekalian😊