2023-07-26
Tim peneliti dari Center for Public Health Innovation Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (CPHI FK Unud) telah mengikuti kegiatan focus group discussion (FGD) yang bertujuan untuk membahas dua kajian kerjasama antara CPHI FK Unud dengan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kota Denpasar. Dua kajian tersebut meliputi kajian optimalisasi akses masyarakat terhadap pelayanan dasar kesehatan yang baik sesuai standar yang berlaku secara universal & kajian peningkatan kapasitas dan produktivitas sumber daya manusia kesehatan untuk upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) di Kota Denpasar. Kegiatan tersebut berlangsung selama dua hari, dimulai dari Hari Selasa, 25 Juli hingga Hari Rabu, 26 Juli 2023 yang bertempat di Ruang Rapat Balitbang Kota Denpasar. Para peserta yang terlibat dalam kegiatan ini meliputi perwakilan dari Balitbang Kota Denpasar, tim peneliti dari CPHI FK Unud, kepala puskesmas di seluruh Kota Denpasar, serta perwakilan dari berbagai organisasi perangkat daerah (OPD) yang terkait di Kota Denpasar. Kegiatan FGD ini bertujuan untuk melakukan validasi terhadap data hasil survei yang telah dilakukan, menerima masukan dan saran dari tim pengendali mutu Kelitbangan dan OPD terkait lainnya, serta menyusun rekomendasi berdasarkan hasil kajian tersebut. Kegiatan FGD dimulai dengan presentasi dari tim peneliti CPHI FK Unud, yang dilanjutkan dengan sesi diskusi bersama peserta FGD. Selama sesi diskusi, para peserta aktif memberikan pendapat, masukan, dan saran. Semua peserta FGD memberikan apresiasi dan puas dengan hasil kajian yang telah disusun. Harapannya, melalui rekomendasi dari hasil kajian ini, dapat menjadi landasan berharga dalam proses penyusunan kebijakan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan kepada masyarakat. Rekomendasi tersebut mencakup kemudahan akses pelayanan kesehatan dan penanganan medis, serta penyusunan kebijakan dan program dalam upaya peningkatan sumber daya manusia di bidang kesehatan. Ditulis oleh: Kadek Darmawan, S.K.M.
2023-07-24
International AIDS Society (IAS) mengadakan acara konferensi IAS ke-12 yang dilaksanakan dari Minggu, 23 Juli hingga Rabu, 26 Juli 2023. Konferensi ini merupakan salah satu pertemuan paling berpengaruh di dunia dalam penelitian HIV dan penerapannya. Konferensi dua tahunan ini menyajikan kemajuan penting dalam penelitian HIV, baik yang bersifat dasar, klinis, maupun operasional, yang mempengaruhi kebijakan dan praktik di bidang ini. Dengan program yang terbuka dan inklusif, pertemuan ini menetapkan standar tinggi dalam ilmu pengetahuan HIV dan menampilkan beragam penelitian terkini yang mutakhir. Pada tanggal 23 Juli 2023 pukul 13.00 hingga 14.30 waktu Standar Timur Australia bertempat di Brisbane Convention and Exhibition Centre, telah berlangsung acara satelit yang merupakan salah satu sesi dari konferensi IAS 2023. Dalam sesi ini terdiri dari serangkaian presentasi singkat dari berbagai negara, diikuti oleh diskusi panel untuk mengeksplorasi peluang dan tantangan dalam mengakhiri AIDS di Asia dan Pasifik pada tahun 2030. Sesi satelit dimulai dengan pengantar dari Direktur Jenderal WHO atau Direktur Departemen Program HIV Global, Hepatitis, dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Menteri DFAT atau Staf Senior. Kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari Dr. Lucy John, yang menjabat sebagai Manajer Pengendalian Penyakit dan Pengawasan di Papua Nugini dan Prof. dr. Pande Putu Januraga, M.Kes., DrPH, yang merupakan seorang akademisi dari Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, Indonesia. Setelah presentasi, acara dilanjutkan dengan diskusi panel yang dipimpin oleh Lady Roslyn Morauta dengan beberapa anggota panel antara lain Dr. Ronivin Garcia Pagtakhan merupakan pendiri dan Direktur Eksekutif Love Yourself, Filipina; Ibu Dao Hong Lan merupakan Menteri Kesehatan Vietnam; Dashika Balak merupakan petugas medis senior dari Kementerian Kesehatan dan Pelayanan Medis Fiji; dan Annette Sohn merupakan Wakil Presiden dan Direktur TREAT Asia. Dalam sesi ini disampaikan juga bahwa hal yang menjadi sorotan dari Indonesia yaitu terdapat sekitar 540.000 orang yang hidup dengan HIV, dengan hanya 152.525 orang (28%) yang menerima terapi antiretroviral (ART) pada tahun 2022. Meskipun ada penurunan 27% dalam infeksi HIV baru secara keseluruhan sejak tahun 2010, epidemi HIV di Indonesia lebih terkonsentrasi pada populasi kunci dengan tingkat prevalensi dan insidensi HIV yang lebih tinggi, seperti prevalensi HIV mencapai 17,9% di antara pria yang berhubungan seks dengan pria dan 11,9% pada wanita transgender. Uji viral load HIV masih terpusat dan belum tersedia secara luas. Indonesia telah memperkenalkan proyek demonstrasi tentang Pre-Exposure Prophylaxis HIV (PrEP), namun menghadapi kesulitan dalam merekrut dan mempertahankan orang-orang yang membutuhkan intervensi biomedis ini. Meskipun ada tantangan, banyak cerita keberhasilan berasal dari respons HIV di Asia dan Pasifik, termasuk PrEP, respons berbasis masyarakat, tes berbasis masyarakat, program tidak terdeteksi dan peningkatan diagnostik HIV. Wilayah ini juga dapat mengharapkan inovasi lebih lanjut dalam respons melalui kemajuan global dalam pengobatan jangka panjang dan PrEP, pendekatan eliminasi ganda, serta agenda penelitian yang berlanjut. Ditulis oleh: Kadek Darmawan, S.K.M.
2023-07-21
Kamis, 20 Juli 2023 - Institut Kirby menggelar sebuah simposium ilmu pengetahuan HIV yang menghadirkan para ahli terkemuka dari tingkat internasional dan Australia di bidang penelitian dasar dan kesehatan masyarakat. Acara ini bertujuan untuk berbagi pembaruan dan inovasi terkini dalam penelitian HIV. Acara ini berlangsung pada pukul 09.00 sampai 17.00 zona waktu Standar Timur Australia di Berg Family Seminar Room di Institut Kirby, Australia. Partisipasi dalam acara tersebut tidak hanya terbatas pada peserta yang hadir secara langsung (luring), namun juga melibatkan peserta yang mengikuti secara daring. Salah satu pembicara dalam acara simposium ini adalah Prof. dr. Pande Putu Januraga, M.Kes., Dr.PH yang merupakan seorang profesor dalam bidang Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, Indonesia. Dalam acara simposium ini beliau membawakan materi dengan judul “Advancing PrEP Implementation in Indonesia: An Update on the Current Program”. Dalam presentasi yang beliau bawakan membahas perkembangan PrEP saat ini, tantangan, dan hambatan yang dihadapi selama fase implementasi serta menguraikan pendekatan strategis untuk lebih memajukan dan memaksimalkan dampak program terhadap epidemi HIV di Indonesia. Pembicara lain dalam acara simposium ini yaitu Meg Doherty merupakan Direktur Departemen Program HIV Global, Hepatitis, dan Infeksi Menular Seksual di WHO sejak Februari 2020 Skye McGregor merupakan seorang ahli epidemiologi dan pemimpin dari Surveillance Innovation Research Group di Institut Kirby Aaron Cogle merupakan Direktur Eksekutif dari National Association of People Living with HIV (NAPWHA) Katharine Bar merupakan seorang Profesor Asosiat di bidang Kedokteran di Universitas Pennsylvania dalam Divisi Penyakit Menular, dan Direktur dari Penn Center for AIDS Research Virus and Reservoirs Core Profesor Miles Davenport merupakan kepala dari Program Analitik Infeksi di Institut Kirby, di Universitas New South Wales, di Sydney, Australia Afam Okoye merukan seorang Profesor Asosiat di Institut Vaksin dan Terapi Gen, dan Divisi Patobiologi dan Imunologi di Pusat Penelitian Primata Nasional Oregon, Universitas Kesehatan dan Ilmu Pengetahuan Oregon (OHSU) Profesor Sarah Palmer merupakan Co-Direktur dari Centre for Virus Research di The Westmead Institute for Medical Research dan Profesor di Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, di Sekolah Kedokteran Universitas Sydney Lishomwa (Lish) Ndhlovu merupakan Profesor Imunologi di bidang Kedokteran di Weill Cornell Medicine dalam Divisi Penyakit Menular David van Bockel merupakan pemimpin kelompok dari grup urutan virus, dalam Program Imunovirologi dan Patogenesis (IVPP) di Institut Kirby Sulggi Lee merupakan seorang Profesor Asosiat di bidang Kedokteran dalam Divisi HIV, Penyakit Menular, dan Kedokteran Global di University of California San Francisco (UCSF) Profesor David M. Margolis, MD merupakan seorang Profesor dalam bidang Kedokteran, Mikrobiologi, dan Imunologi, Universitas North Carolina di Chapel Hill, Amerika Serikat. Informasi lebih lanjut dapat mengunjungi situs website Institut Kirby melalui tautan berikut: https://kirby.unsw.edu.au/event/hiv-science-symposium Ditulis oleh: Kadek Darmawan, S.K.M.
2023-07-21
Tim peneliti dari Center for Public Health Innovation Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (CPHI FK Unud) telah melaksanakan pengambilan data kualitatif pasca intervensi buku cerita "Petualangan Membasmi Cacing" dan "Cara Hidup si Gelang". Kegiatan tersebut berlangsung selama dua hari, dimulai dari tanggal 20 hingga 21 Juli 2023, di empat sekolah dasar di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, yakni SDN 1 Tianyar Tengah, SDN 2 Tianyar Tengah, SDN 3 Tianyar Barat, dan SDN 4 Tianyar Tengah. Selama proses pengambilan data, tim peneliti secara mendalam menggali informasi mengenai perilaku hygiene dan sanitasi di kalangan siswa sekolah dasar setelah mereka membaca cerita-cerita inspiratif dari buku tersebut. Selain itu, juga digali informasi mengenai faktor-faktor pendorong dan penghambat yang mempengaruhi kepatuhan mereka terhadap praktik kebersihan di lingkungan sekolah. Selain informan dari siswa, kepala sekolah dan para guru juga turut terlibat sebagai informan yang memberikan informasi terkait faktor-faktor pendukung yang memudahkan penerapan praktik kebersihan, sekaligus kendala-kendala yang menghambat upaya tersebut. Kegiatan yang telah dijalankan berlangsung dengan lancar dan kondusif. Dalam suasana yang penuh semangat, para siswa terlihat antusias dalam berbagi pandangan dan pengalaman mereka mengenai buku cerita yang sudah mereka baca. Hal ini mencerminkan tingkat keterlibatan yang tinggi dari para siswa dalam kegiatan tersebut. Secara umum, proses pengambilan data ini memberikan wawasan yang berharga terhadap dampak positif dari penggunaan buku cerita sebagai sarana pendidikan untuk meningkatkan kesadaran akan kebersihan dan sanitasi di kalangan siswa sekolah dasar. Dengan adanya informasi terperinci mengenai faktor-faktor penghambat, diharapkan langkah-langkah yang lebih terarah dapat diambil untuk meningkatkan efektivitas program-program serupa di masa mendatang. Ditulis oleh: Kadek Darmawan, S.K.M.
2023-06-30
Jumat, 30 Juni 2023 - Forum Rektor Indonesia (FRI) Bali Konsorsium, yang diwakili oleh CPHI FK Universitas Udayana melakukan penyerahan produk pengetahuan berupa buku dan modul, yang telah dihasilkan dalam Program Kedaireka Matching Fund 2022 kepada Perbekel Desa Nyalian dan OPD KB Kabupaten Klungkung. Dalam kegiatan ini diundang pula perwakilan kader dari Desa Nyalian untuk mendapatkan sosialisasi terkait isi dan penggunaan modul. Dalam Program Kedaireka Matching Fund 2022, dilakukan pengembangan tiga modul inovatif untuk mendorong upaya pencegahan stunting di dua kabupaten lokus stunting di Provinsi Bali yaitu Kabupaten Klungkung dan Karangasem. Ketiga modul tersebut, antara lain Modul “Taman Cening” Bagi Teruna Teruni Bali, Modul “Taman Cening” Bagi Calon Pengantin Hindu Bali, dan Modul Dukungan Sebaya Ibu Hamil, Ibu Menyusui dan Krama Istri dalam Upaya Mencegah Stunting. Selain itu, dihasilkan pula Buku Pengembangan Resep Makanan Bergizi untuk Ibu Hamil dan Balita dengan Memanfaatkan Pangan Lokal Kaya Gizi. Kedepannya, para kader diharapkan dapat mempergunakan buku dan modul ini sebagai panduan, serta menjalankan perannya sebagai agen perubahan melalui pemberian edukasi terkait stunting kepada masyarakat.
2023-06-29
Institut Kirby akan menjadi penyelenggara simposium ilmu pengetahuan HIV yang menghadirkan para ahli terkemuka dari tingkat internasional dan Australia dalam bidang penelitian dasar dan kesehatan masyarakat untuk berbagi pembaruan dan inovasi dalam penelitian HIV. Simposium ini akan memberikan kesempatan bagi para peneliti muda untuk berinteraksi dengan para peneliti terkemuka dan sesama ahli dalam bidang tersebut. Simposium akan dilaksanakan di Kirby Institute, Ruang Seminar Lantai 6, Gedung Wallace Wurth, Kampus Kensington, UNSW Sydney pada Hari Kamis, 20 Juli 2023 pukul 09.00 hingga 17.00 waktu setempat. Adapun pembicara yang akan hadir dalam kegiatan somposium ini yaitu: Profesor David M. Margolis, MD merupakan seorang Profesor dalam bidang Kedokteran, Mikrobiologi, dan Imunologi, Universitas North Carolina di Chapel Hill, Amerika Serikat. Profesor Pande Putu Januraga yang merupakan seorang Profesor dalam bidang Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, Indonesia. Asisten Profesor Katharine Bar, MD merupakan seorang Profesor Asosiat Kedokteran di Universitas Pennsylvania dalam Divisi Penyakit Menular, dan Direktur Penn Center for AIDS Research Virus and Reservoirs Core. Asisten Profesor Sulggi Lee, MD merupakan seorang Profesor Asosiat Kedokteran di Divisi HIV, Penyakit Menular, dan Kedokteran Global di Universitas California San Francisco (UCSF), Amerika Serikat. Profesor Lishomwa (Lish) Ndhlovu, MD merupakan seorang Profesor Imunologi di Bidang Kedokteran di Weill Cornell Medicine, dalam Divisi Penyakit Menular. Asisten Profesor Afam Okoye merupakan seorang Asisten Profesor di Vaccine & Gene Therapy Institute, dan Divisi Patobiologi dan Imunologi di Oregon National Primate Research Center, Oregon Health & Science University (OHSU). Kegiatan ini tidak di pungut biaya (Gratis). Silakan dapat melakukan pendaftaran melalui tautan berikut: https://hiv-sci-symposium.eventbrite.com.au/?aff=KI Informasi lebih lanjut dapat mengunjungi situs website Institut Kirby melalui tautan berikut: https://kirby.unsw.edu.au/event/hiv-science-symposium
2023-06-27
Tim peneliti dari Center for Public Health Innovation Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (CPHI FK Unud) telah mengikuti acara deseminasi hasil kajian akademik mengenai usulan UPTD Public Safety Center Kring Sehat (PSC KRIS). Kajian akademik ini merupakan hasil kerja sama antara CPHI FK Unud dan Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung, yang bertujuan untuk memberikan analisis komprehensif dan objektif sebagai dasar penyusunan Rancangan Peraturan Bupati serta keputusan yuridis lainnya, dengan tujuan memperkuat status organisasi PSC KRIS sebagai UPTD. Acara deseminasi tersebut diadakan pada Hari Selasa, 27 Juni 2023, di Ruang Rapat Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung. Para peserta yang hadir meliputi Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Klungkung, Kepala Bagian Organisasi Setda Kabupaten Klungkung, Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Klungkung, Kepala Badan Keuangan dan Pendapatan Daerah Kabupaten Klungkung, tim peneliti CPHI FK Unud, serta perwakilan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung. Tujuan dari acara deseminasi ini adalah untuk menyajikan dan mendiskusikan hasil Kajian Akademik mengenai kelayakan usulan PSC KRIS sebagai UPTD Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung, bersama dengan para pemangku kepentingan di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung. Acara deseminasi dimulai dengan pembukaan dari Kepala Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung, dilanjutkan dengan presentasi dari tim peneliti CPHI FK Unud yang diikuti oleh sesi diskusi bersama para pejabat pemegang kebijakan yang hadir dalam acara tersebut. Melalui diseminasi hasil kajian ini, diharapkan akan dihasilkan rekomendasi konstruktif untuk finalisasi hasil Kajian Akademik Usulan UPTD PSC KRIS Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung. Ditulis oleh: Kadek Darmawan, S.K.M.
2023-06-23
Yayasan Kerti Praja (YKP) dan Center for Public Health Innovation Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (CPHI FK UNUD) telah melaksanakan beberapa studi untuk mendukung penanggulangan HIV berbasis bukti di Bali dan daerah lain di Indonesia. Untuk itu akan diselenggarakan Pertemuan Diseminasi Hasil Studi YKP dan CPHI FK UNUD secara hybrid pada tanggal 26 Juni 2023 pukul 09.00 WIB. Kegiatan secara luring akan bertempat di The Grove Suite by Grand Aston Jakarta. Sedangkan kegiatan daring akan dilaksanakan melalui aplikasi zoom meetings dengan tautan berikut Melalui kegiatan ini, diharapkan beberapa hal berikut dapat tercapai, antara lain adanya peningkatan awareness, pertukaran informasi, kolaborasi antar sektor, terpicunya perumusan praktik baik dalam layanan HIV, penyediaan basis data untuk perumusan kebijakan, dan juga pemberdayaan masyarakat dan komunitas. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk peneliti, praktisi kesehatan, pembuat kebijakan, dan perwakilan komunitas, kami berharap acara ini akan berkontribusi terhadap perubahan positif dalam pendekatan pencegahan HIV baik di Bali, maupun di Indonesia secara luas.
2023-05-09
World Health Organization (WHO) secara resmi telah mencabut status "Darurat Kesehatan Global" untuk COVID-19 pada Jumat, 5 Mei 2023. Namun, hal ini tidak lantas menjadikan COVID-19 sebagai virus yang harus diabaikan. Akan tetapi, ini adalah momen bagi kita semua agar tetap waspada pada kesehatan masing-masing dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Pemerintah Indonesia sendiri belum mengumumkan pencabutan status darurat COVID-19 di Indonesia. Hal ini tentu dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Selain itu, untuk mencabut status darurat kesehatan global untuk COVID-19 di Indonesia, pemerintah perlu untuk mencabut aturan yang selama ini menjadikan COVID-19 sebagai bencana nasional. Lalu, apa kira-kira dampak dari pencabutan darurat COVID-19? Untuk informasi lebih lanjut dapat menyimak dialog di RRI Pro Denpasar dengan topik "Dampak Pencabutan Darurat COVID-19" dengan menghadirkan dua orang narasumber yaitu Bapak I Made Rentin (Sekretaris Satgas COVID-19 Provinsi Bali) dan Prof. Pande Putu Januraga, M.Kes., Dr.PH. (Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana) dengan penyiar Ida Ayu Putu Widya dan presenter Putu Widya. Tautan Youtube Dampak Pencabutan Darurat COVID-19 Ditulis oleh: Kadek Darmawan, S.K.M.
2022-12-18
Kolostrum tidak hanya bernutrisi, tapi juga memberi banyak manfaat bagi bayi, apa saja manfaat tersebut ? *** Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kolostrum di definisikan sebagai air susu kental berwarna kekuning-kuningan yang diproduksi oleh ibu pada hari pertama melahirkan dan beberapa hari berikutnya, merupakan makanan paling sempurna untuk bayi baru lahir. Definisi tersebut tercantum dalam fitur kamus di laman Kemenkes RI. Kolostrum disebut sebagai cairan emas oleh Office on Women's Health milik U.S. Department of Health & Human Services.1 Selain warnanya yang kuning gelap, kolostrum merupakan susu yang bertesktur kental yang di produksi selama masa kehamilan sebelum melahirkan. Kolostrum ini sangat kaya akan nutrisi dan manfaat bagi bayi. World Health Organization (WHO) dalam artikelnya yang berjudul ‘First Food First’ dalam topik nutrisi merekomendasikan pemberian kolostrum sebagai asupan makanan yang paling sempurna bagi bayi yang baru lahir.2 WHO menyebut kolostrum sebagai very first food. Dalam artikel yang sama, disebutkan juga secara statistik bahwa kolostrum seringkali diabaikan (dibuang). Sementara, diduga penyebabnya adalah kurangnya wawasan dan pengetahuan tentang kualitas dan peran kunci dari kolostrum bagi tumbuh kembang bayi yang baru lahir. Berikut kandungan nutrisi dan manfaat kolostrum bagi bayi : Kandungan Nutrisi dalam Kolostrum Kolostrum disebut-sebut sebagai makanan bayi yang memiliki nutrisi lengkap bukan tanpa alasan, beberapa penelitian telah menyatakan bahwa kolostrum kaya akan nutrisi. Salah satu penelitian tersebut adalah yang dilakukan Godhia & Patel (2013) di Mumbai India. Dalam penelitian mereka, komposisi kolostrum di kotak-kotakkan dalam tiga kategori, yakni kandungan dengan kategori nutrisi, imun, dan pertumbuhan.3 Gambar komposisi kolostrum Godhia & Patel (2013). Sejalan dengan temuan Godhia & Patel (2013), penelitian oleh Boquien (2018) juga menyatakan bahwa kolostrum baik bagi imunitas bayi. Kandungan sel-sel imunitas seperti makrofag dan limfosit dalam kolostrum membantu bayi memiliki imunitas yang lebih baik.4 Sebegitu lengkapnya komposisi dalam kolostrum sehingga pemberiannya pada bayi baru lahir sangat disarankan. Kolostrum Memberi Banyak Manfaat Bagi Bayi Ada banyak manfaat kolostrum unuk bayi, di antaranya: Membantu tumbuh dan kembang bayi Kolostrum dapat membantu tumbuh dan kembang bayi karena komposisi lengkap didalamnya. Saat ini para ilmuwan sedang memperdalam lagi fungsi spesifik dari masing-masing komposisi tersebut, temuan sementara menyebutkan bahwa kandungan protein yang tinggi dalam kolostrum disebabkan oleh banyaknya antibodi yang merupakan protein, serta kandungan lemak yang berbeda dengan lemak ASI setelah beberapa saat ibu melahirkan.5 Selain itu, dikarenakan penyusun kolostrum mirip dengan cairan amniotic (cairan ketuban) yang mennjaga bayi saat dalam kandungan, tentu akan memudahkan bayi mengalami transisi (beradaptasi) saat sudah berada diluar kandungan ibu.6 Meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan fungsi usus bayi Kolostrum kaya akan antibodi-antibodi penting yang diperlukan bayi, salah satunya yang bernama sIgA. Antibodi tersebut melindungi bayi dari penyakit, tidak melalui aliran darah, namun melalui saluran pencernaan.7 Antibodi sIgA sejatinya berasal dari tubuh ibu, setelah mengalami perjalanan panjang diangkut melalui darah sampai dengan ke payudara, lalu melebur kedalam kolostrum yang akhirnya diberikan pada bayi. Antibodi sIgA ini terkonsentrasi di lapisan usus dan sistem pernapasan bayi, melindungi bayi dari penyakit yang telah dialami sang ibu. Kandungan imunologi dan pertumbuhan membuat kolostrum dapat merangsang pertumbuhan selaput pelindung pada usus bayi. Sementara proses tersebut terjadi, prebiotik dalam kolostrum memberi makan dan membangun bakteri ‘baik’ di usus bayi.8 Membantu melawan infeksi Kolostrum kaya akan sel darah putih yang fungsinya menjaga tubuh dari infeksi, maka dari itu kolostrum dapat membantu bayi melawan infeksi.9 Setelah bayi keluar dari kandungan ibu, maka bayi perlu bersiap menghadapi tantangan baru di dunia luar kandungan. Sel darah putih dalam kolostrum menghasilkan antibodi yang dapat membantu menetralkan bakteri atau virus penyebab penyakit. Antibodi ini sangat efektif melawan penyakit yang menyebabkan gangguan pada perut dan diare, ini sangat penting mengingat perkembangan usus bayi belum cukup siap menghadapi pathogen. Membantu mencegah penyakit kuning Selain membantu menguatkan fungsi pencernaan bayi, kolostrum dapat berperan menyerupai obat pencahar yang membuat bayi akan sering buang air. Bayi kuning umumnya terjadi karena adanya penumpukan bilirubin, yaitu zat yang memberikan warna kuning pada pada urine dan tinja. Jika kadar bilirubin terlalu tinggi, tubuh bayi bisa menjadi kuning. Kolostrum yang diminum bayi memiliki efek laksatif, sehingga bayi dapat membuang bilirubin lewat tinja dengan lebih baik.10 Dengan segala komposisi dan manfaat yang baik dari kolostrum, maka tidak heran jika pemberian kolostrum pada bayi yang baru lahir sangat disarankan. Mengutip apa yang dinyatakan WHO dalam artikel First Food First: Every newborn must receive the very first food first! *** Sumber : U.S. Department of Health & Human Services (2019). Office on Women's Health. Making the Decision to Breastfeed. https://www.womenshealth.gov/breastfeeding/making-decision-breastfeed World Health Organization. (2007). First Food First. Diakses dari situs https://www.who.int/nutrition/topics/world_breastfeeding_week/en/ pada 20 November 2020. Godhia, M. L., & Patel, N. (2013). Colostrum–its Composition, Benefits as a Nutraceutical–A Review. Current Research in Nutrition and Food Science Journal, 1(1), 37-47. http://www.foodandnutritionjournal.org/volume1number1/colostrum-its-composition-benefits-as-a-nutraceutical-a-review/ Boquien, C. Y. (2018). Human milk: An ideal food for nutrition of preterm newborn. Frontiers in pediatrics, 6, 295. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6198081/ Medela. Why is colostrum so important?. Diakses dari situs https://www.medela.com/breastfeeding/mums-journey/colostrum pada 20 November 2020. Marlier, L., Schaal, B., & Soussignan, R. (1998). Neonatal responsiveness to the odor of amniotic and lacteal fluids: A test of perinatal chemosensory continuity. Child development, 69(3), 611-623. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9680675/ Pribylova, J., Krausova, K., Kocourkova, I., Rossmann, P., Klimesova, K., Kverka, M., & Tlaskalova-Hogenova, H. (2012). Colostrum of healthy mothers contains broad spectrum of secretory IgA autoantibodies. Journal of clinical immunology, 32(6), 1372-1380. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22777159/ Bode, L. (2012). Human milk oligosaccharides: every baby needs a sugar mama. Glycobiology, 22(9), 1147-1162. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22513036/ Hassiotou, F., Hepworth, A. R., Metzger, P., Tat Lai, C., Trengove, N., Hartmann, P. E., & Filgueira, L. (2013). Maternal and infant infections stimulate a rapid leukocyte response in breastmilk. Clinical & translational immunology, 2(4), e3. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4232055/ Mitra, S., & Rennie, J. (2017). Neonatal jaundice: aetiology, diagnosis and treatment. British Journal of Hospital Medicine, 78(12), 699-704. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29240507/
2022-12-18
Setelah melahirkan maka tiba masa menyusui, dalam prosesnya kadang timbul masalah ASI sedikit. Kekhawatiranpun muncul karena takut bayi tidak mendapat cukup ASI. Lalu, bagaimana tanda saat bayi tidak mendapat cukup ASI dan apa penyebab suplai ASI sedikit? *** Kekhawatiran akan suplai ASI sedikit sering dialami ibu-ibu yang sedang menyusui. Suplai ASI bisa dikatakan sedikit ketika ASI yang keluar tidak mencukupi untuk mengenyangkan bayi. Keadaan ini kadang membuat ibu khawatir berlebih karena bayinya tidak mendapat cukup asupan ASI. Implikasi yang muncul saat suplai ASI sedikit, tidak jarang berujung pada keputusan ibu untuk berhenti menyusui. Seperti apa yang ada dalam artikel UNICEF yang bertajuk “Overcoming Breastfeeding Problems: Low milk supply” bahwa di United Kingdom, salah satu alasan ibu berhenti menyusui adalah karena suplai ASInya sedikit.1 Temuan dari Irawati dan koleganya (2003) yang melakukan penelitian yang bertajuk “Pengaruh Status Gizi Ibu Selama Kehamilan dan Menyusui Terhadap Keberhasilan Pemberian Air Susu Ibu” juga menyatakan bahwa alasan lain ibu tidak memberikan ASI adalah karena produksi ASI sedikit atau ASI tidak keluar.2 Masalah akan semakin kompleks ketika ibu memutuskan untuk berhenti memberi ASI dan beralih memberi bayi susu formula. Untuk memperdalam pengetahuan seputar suplai ASI sedikit pada ibu, berikut akan dibahas bagaimana tanda saat bayi tidak mendapat cukup ASI, miskonsepsi terkait suplai ASI sedikit dan penyebab suplai ASI sedikit. Tanda Bayi Tidak Mendapat Cukup ASI Bayi yang tidak mendapat cukup ASI memiliki tanda-tanda sebagai berikut : Kenaikan berat badan yang buruk Bagi bayi yang baru lahir, kehilangan 5% - 7% atau bahkan ada yang 10% dari berat badan saat lahir merupakan hal yang normal. Namun, setelah itu mereka harus menambah setidaknya 20 – 30g per hari dan kembali ke berat badan lahir pada hari ke 10 – 14 3,4,5. Jika bayi telah kehilangan 10% atau lebih dari berat lahirnya dan belum mulai terlihat adanya pertambahan berat badan pada hari ke lima sampai enam, sebaiknya segera melakukan konsultasi medis. Jumlah popok yang telah dipakai Jumlah kotoran dan ingus yang dikeluarkan oleh bayi per hari adalah indikator yang baik untuk mengetahui apakah bayi mendapatkan cukup ASI atau tidak.6 Dehidrasi Jika bayi mengeluarkan urine (air seni) yang berwarna cenderung gelap, mulut kering atau terlihat mengidap penyakit kuning (kulit atau mata menguning), atau jika bayi lesu dan enggan menyusu, bayi kemungkinan sedang mengalami dehidrasi.4 Demam, diare, muntah-muntah dan kepanasan dapat menyebabkan dehidrasi pada bayi. Disarankan untuk melakukan konsultasi medis ketika bayi mengalami tanda-tanda tersebut. Miskonsepsi Terkait Suplai ASI yang Sedikit Dilansir dari Medela, dalam artikelnya yang bertajuk “Too little breast milk? How to increase low milk supply” ada beberapa miskonsepsi tentang ASI yang sedikit. Bayi yang baru lahir biasanya menyusu sekitar 10 – 12 kali dalam sehari atau sekitar tiap 2 jam – dan ini bukan berarti karena ASI yang keluar tidak mencukupi. Beberapa hal berikut adalah sepenuhnya normal dan bukan tanda dari suplai ASI yang sedikit : Bayi ingin menyusu berkali-kali Bayi tidak mau ditaruh Bayi bangun pada malam hari Payudara ibu terasa lebih lembek dari waktu setelah melahirkan Ibu tidak bisa memompa banyak ASI Ibu memiliki payudara yang cenderung kecil Penyebab Produksi ASI Rendah Dilansir dari American Pregnancy Association dalam artikel “Do I Have a Low Milk Supply?”, berikut beberapa penyebab rendahnya suplai ASI7 : Posisi yang buruk saat menyusui Menggunakan kontrasepsi oral Pelekatan bayi yang tidak tepat saat menyusui Bayi memiliki tongue tie atau lip tie Kebiasaan memberikan susu formula atau ASI menggunakan botol setelah bayi menyusu langsung dari ibu Menggunakan empeng Masalah pada kesehatan ibu (masalah kesehatan misalnya anemia) Obat yang dikonsumsi ibu Minum-minuman beralkohol Merokok Mempersingkat waktu menyusui (tidak memberi kesempatan sampai bayi memutuskan kapan dia ingin selesai) Menjadwalkan menyusui daripada memberi susu sesuai permintaan bayi Bayi yang tertidur terlalu lama/sepanjang malam (tidur terlalu lama mengurangi frekuensi menyusu, bayi dapat dibangunkan sebentar untuk menyusu) Selain beberapa yang telah disebutkan diatas, mengutip dari Healthline, faktor emosional juga dapat berpengaruh pada rendahnya suplai ASI. Stress, cemas dan rasa malu berlebih dapat mengganggu let-down reflex (refleks yang terjadi ketika saraf di payudara terangsang karena isapan bayi ataupun sentuhan dan memudahkan ASI untuk keluar) dan menyebabkan produksi ASI lebih sedikit. Menciptakan suasana yang santai untuk menyusui, membuat pengalaman meyenangkan dan bebas stress dapat membantu meningkatkan produksi ASI.8 Pada tahun 2017, penelitian yang dilakukan oleh Riddle dan koleganya menemukan bahwa pengetahuan tentang manajemen menyusui yang optimal menjadi faktor yang penting terhadap sebagian besar masalah suplai ASI yang rendah. Selain itu disebutkan juga bahwa ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa gangguan toleransi glukosa dapat berkontribusi pada suplai ASI yang rendah secara intrinsik.9 Masalah suplai ASI yang sedikit tentu dapat mengkhawatirkan, dengan mengenali penyebab dan tanda-tanda saat bayi tidak mendapat cukup ASI tentu ibu dapat lebih waspada dalam mengawasi bayi dan menjaganya agar mendapat asupan yang cukup untuk tumbuh kembang optimalnya. *** Sumber : UNICEF United Kingdom. Overcoming Breastfeeding Problems: Low milk supply. Diakses dari situs https://www.unicef.org.uk/babyfriendly/support-for-parents/low-milk-supply/ pada 21 November 2020. Irawati A, Triwinarto A, Salimar,Raswanti I. Pengaruh Status Gizi Ibu Selama Kehamilan dan Menyusui Terhadap Keberhasilan Pemberian Air Susu Ibu. Penel Gizi Makan 2003; 26(2): 10-19. Tawia, S., & McGuire, L. (2014). Early weight loss and weight gain in healthy, full-term, exclusively-breastfed infants. Breastfeeding Review, 22(1), 31. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24804521/ Lawrence, R. A., & Lawrence, R. M. (2010). Breastfeeding e-book: a guide for the medical professional. Elsevier Health Sciences. World Health Organization. (2018). Child Growth Standards. Diakses dari situs https://www.who.int/toolkits/child-growth-standards/standards/weight-for-age pada 22 November 2020. Medela. (2018). Too little breast milk? How to increase low milk supply. Diakses dari situs https://www.medela.com/breastfeeding/mums-journey/low-milk-supply pada 22 November 2020. American Pregnancy Association. (2020). Do I Have a Low Milk Supply?. Diakses dari situs https://americanpregnancy.org/healthy-pregnancy/breastfeeding/low-milk-supply-26894/ pada 22 November 2020. Healthline. (2018). 5 Ways to Increase Breast Milk Production. Diakses dari situs https://www.healthline.com/health/parenting/how-to-increase-breast-milk#how-to pada 22 November 2020. Riddle, S. W., & Nommsen-Rivers, L. A. (2017). Low milk supply and the pediatrician. Current Opinion in Pediatrics, 29(2), 249-256. https://journals.lww.com/co-pediatrics/Abstract/2017/04000/Low_milk_supply_and_the_pediatrician.19.aspx
2022-12-18
Indonesia telah mengadopsi 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) dan dalam perjalanan implementasinya terdapat hambatan-hambatan. Apa saja hambatan tersebut ? *** Pada 1989, World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF), meluncurkan suatu kesepakatan global yang bertujuan untuk menjamin keberhasilan menyusui, program tersebut dikenal dengan Ten Steps to Successful Breastfeeding (10 LMKM). Tujuan dari diluncurkannya kebijakan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (10 LMKM) ini adalah sebagai pernyataan bersama untuk meningkatkan kesadaran akan peran penting dari fasilitas layanan kesehatan dalam mempromosikan pemberian ASI, dan untuk menggambarkan apa yang harus dilakukan oleh fasilitas layanan kesehatan untuk memberikan informasi dan dukungan yang tepat kepada ibu. 1 Diperkenalkan di Indonesia secara nasional pada tahun 1991 melalui program Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB), 10 LMKM menguraikan langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan untuk mempromosikan dan memfasilitasi inisiasi dan praktik menyusui oleh ibu dalam perawatan yang dilakukan. Seiring diimplementasikanya 10 LMKM di Indonesia, beberapa studi menemukan bahwa terdapat hambatan-hambatan dalam pengimplementasiannya. Berikut merupakan beberapa hal yang menghambat pengimpelemtasian 10 LMKM di Indonesia: Faktor internal ibu Studi menunjukkan terdapat berbagai faktor yang dapat menghambat pelaksanaan 10 LMKM. Faktor penghambat ini asalah satunya adalah psikis ibu (keyakinan ibu terhadap produksi ASI, dukungan keluarga, rendahnya pengetahuan dan sikap tentang ASI Eksklusif, teknik menyusui dan konseling ASI). 2 Faktor internal lainnya pada ibu yang juga dianggap berpengaruh adalah usia ibu yang tua, ibu yang bekerja, dan pemberian MPASI dini pada bayi usia < 6 bulan.2,3 Pengkajian yang telah dilakukan pada 11 orang ibu yang sedang menyusui menunjukkan bahwa tidak semua ibu yang mempunyai bayi umur 0 – 6 bulan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang ASI eksklusif, semua partisipan setuju bahwa ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi yang baru lahir, namun dalam penerapannya tidak selalu berhasil. Faktor tenaga kesehatan Petugas kesehatan mempunyai peran yang penting dalam keberhasilan implementasi 10 LMKM. Rendahnya dukungan dan komitmen petugas (bidan dan perawat) dalam memberikan pengetahuan terkait Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan praktik ASI eksklusif diketahui dapat menghambat pelaksanaan 10 LMKM.4,5,6 Rendahnya dukungan dan komitmen dikarenakan pemahaman tenaga kesehatan tentang pentingnya peran mereka dalam implementasi 10 LMKM belum tertanam dengan baik. Aspek lain terkait petugas kesehatan adalah keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan (rumah sakit) khususnya pendanaan untuk pelatihan dan pengadaan media penyuluhan.5 Lemahnya fungsi manajemen program di pelayanan kesehatan Hal selanjutnya yang menghambat pengimplementasian 10 LMKM yakni lemahnya fungsi manajemen program di pelayanan kesehatan dan kurangnya perhatian pemerintah kota terkait keterbatasan jumlah dan biaya kegiatan promosi kesehatan. Perlu adanya optimalisasi monitoring dan evaluasi program pemberian ASI eksklusif di pelayanan kesehatan dari pemerintah kabupaten/kota dan jajarannya (Dinas Kesehatan kota/kabupaten), penguatan komponen input, pelaksanaan advokasi, bina suasana dan pemberdayaan serta kemitraan.7 Pengimplementasian 10 LMKM akan sulit mencapai keberhasilan tanpa dukungan dari pihak-pihak pemangku kebijakan yang dapat berperan banyak pada fungsi manajemen program. Dukungan yang berupa optimalisasi monitoring dan evaluasi program, penguatan komponen input, pelaksanaan advokasi, bina suasana dan pemberdayaan serta kemitraan menjadi penting demi melancarkan implementasi 10 LMKM. Belum optimalnya peran lintas sektor Peranan lintas sektor juga belum optimal dalam mendukung keberhasilan program ASI eksklusif. Peran lintas sektor terkait dengan pemberian ASI eksklusif belum diterapkan pada bidang kerja yang bersangkutan sehingga belum mampu mendukung program dari pemerintah tersebut. Pengetahuan, sikap dan keyakinan saja tidak cukup menjamin seorang ibu dapat memberikan ASI eksklusif pada bayinya, penerapan kebijakan dan keterampilan petugas yang didukung oleh lintas sektor terkait diharapkan dapat mendorong ibu untuk memberikan makanan yang terbaik bagi bayi yang baru lahir hingga usia enam bulan yaitu ASI eksklusif.8 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui merupakan salah satu gagasan internasional yang diterapkan di Indonesia. Kini, telah teridentifikasi melalui beberapa studi bahwa implementasi 10 LMKM di Indonesia menemui hambatan, seperti dari faktor internal ibu, faktor tenaga kesehatan, lemahnya fungsi manajemen program di pelayanan kesehatan, dan belum optimalnya peran lintas sektor. Hambatan-hambatan tersebut sekaligus menjadi tantangan bagi Indonesia untuk menjadi lebih baik lagi dalam pengimplementasian 10 LMKM di Indonesia agar dapat mencapai tujuan dari 10 LMKM itu sendiri, yakni menumbuhkan kesadaran akan peran penting dari fasilitas layanan kesehatan dalam mempromosikan pemberian ASI, dan untuk menggambarkan apa yang harus dilakukan oleh fasilitas layanan kesehatan untuk memberikan informasi dan dukungan yang tepat kepada ibu *** Sumber : WHO. (2019). Ten steps to successful breastfeeding. 20, 2020, dari World Health Organization: Diakses dari situs https://www.who.int/activities/promoting-baby-friendly-hospitals/ten-steps-to-successful-breastfeeding pada 27 November 2020. Fahriani, R., Rohsiswatmo, R., & Hendarto, A. (2016). Faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan inisiasi menyusu dini (IMD). Sari Pediatri, 15(6), 394-402. Kurniawan, B. (2013). Determinants of the Successful of Exclusive Breastfeeding. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 27(4), 236-240 Noer, E. R., Muis, S. F., & Aruben, R. (2011). Praktik inisiasi menyusu dini dan pemberian asi eksklusif studi kualitatif pada dua puskesmas, Kota Semarang. Media Medika Indonesiana, 45(3), 144-150. Raharjo, B. B. (2014). Profil ibu dan peran bidan dalam praktik inisiasi menyusu dini dan asi eksklusi. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(1), 53-63. Kudarti, K., Kartasurya, M. I., & Pradigdo, S. F. (2014). Analisis Perbedaan Implementasi Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui antara Rumah Sakit Swasta dan Pemerintah di Kabupaten Kudus Tahun 2014 (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS DIPONEGORO). Paramita, A., Asyah, N., Lestari, D., & Aimanah, I. U. (2015). Practice of Exclusive Breast Feeding Program in 2013 at Puskesmas of Probolinggo City (A Case Study in Kedopok and Sukabumi of Health Center Services). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 18(3), 20952. Dewi, R. S., Muhyi, R., & Rosida, L. (2017). Kajian Pelaksanaan Program Pemberian Asi Eksklusif dan Peran Lintas Sektor Terkait. Jurnal Berkala Kesehatan, 1(2), 67-77.
2022-12-18
Cakupan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif di Indonesia memang sudah cukup baik, namun apakah benar baik atau hanya semu? Lalu, apa kiranya hal-hal yang menghambat pemberian ASI eksklusif di Indonesia? *** Air Susu Ibu (ASI) sudah tidak diragukan lagi manfaatnya bagi bayi yang baru lahir. Pemberian ASI dalam jangka waktu yang cukup akan membuat bayi menerima manfaat optimal dari cairan yang sangat bernutrisi ini. Jangka waktu yang disarankan adalah minimal selama enam bulan, atau yang sering disebut ASI eksklusif. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam artikel singkatnya yang berjudul “Exclusive breastfeeding for optimal growth, development and health of infants” menyatakan bahwa ASI eksklusif berarti bayi hanya diberi makan ASI. Tidak dibarengi dengan cairan ataupun makanan lainnya (kecuali dalam keadaan mendesak), tidak juga diberikan air, sirup, vitamin ataupun obat. Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan awal kehidupan sangat direkomendasikan oleh WHO untuk mendapatkan tumbuh kembang yang optimal dan kesehatan.1 Kampanye tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan telah lama diinisiasi dan suarakan secara lantang sejak 1990 dimana dirumuskan juga Ten Steps to Sucessful Breastfeeding. Cakupan emberian ASI eksklusif masih cenderung fluktuatif atau mengalami kenaikan dan penurunan. Cakupan ASI eksklusif di Indonesia menurut laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menunjukkan bahwa secara umum angka ASI eksklusif untuk bayi berusia kurang dari enam bulan mencapai 52% angka tersebut mengalami peningkatan sekitar 11% dibandingkan riset serupa pada 2012. Namun, dari sumber data yang sama juga dapat dilihat bahwa persentase ASI eksklusif menurun seiring dengan pertambahan usia anak. Untuk anak usia di bawah satu bulan persentasenya lumayan tinggi, 67%. Angka ini mulai berkurang menjadi 55% pada anak usia 2-3 bulan, dan menurun drastis menjadi 38% pada anak usia 4-5 bulan.2 Menurut Dewi dan koleganya dalam tulisannya di The Conversation yang bertajuk “Pemberian ASI eksklusif di Indonesia baru capaian semu, ini tanggung jawab siapa?”, menurunnya presentase ASI eksklusif ini mengartikan angka cakupan ASI eksklusif yang mencapai 52% tersebut sebenarnya merupakan capaian semu karena belum menggambarkan persentase bayi yang benar-benar memperoleh ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya, tanpa asupan lain seperti susu formula (susu pengganti ASI buatan pabrik), pisang, air tajin, dan makanan/minuman lainnya.3 Melihat data cakupan ASI eksklusif tersebut, maka timbul pertanyaan yang mendasar tentang hambatan dalam pemberian ASI eksklusif yang berdampak pada rendahnya cakupan ASI eksklusif. Berikut beberapa hal yang menghambat ASI eksklusif di Indonesia: Apa yang menghambat ASI eksklusif di Indonesia? Minim dukungan dari lingkungan terdekat Dalam hal pemberian ASI eksklusif, ibu tidak bisa melakukannya sendiri, pelibatan orang-orang terdekat untuk memberi masukkan dan dukungan kerap diperlukan. Namun, pelibatan orang-orang terdekat tidak selalu menghasilkan keputusan yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Misalnya saja seperti yang dinyatakan Handayani dalam tulisan yang berbasis risetnya di Kota Palu, bahwa suami, mertua dan orang tua ibu justru menjadi faktor penghambat terbesar untuk keberhasilan ibu menyusui bayinya.4 Minimnya dukungan sosial yang bersumber dari keluarga inti merupakan faktor pertama yang mempengaruhi kegagalan ibu menyusui. Suami, mertua, dan orang tua justru tidak menjadi mata rantai yang meningkatkan dan menjaga keinginan ibu menyusui bayinya. Tiga orang penting di lingkungan ibu tersebut, secara sikap tidak mau mendukung keberhasilan ibu muda dalam menyusui. Oknum bidan sebagai “distributor” susu formula Seperti yang ditulis oleh Sitohang dalam artikelnya yang bertajuk “Sebagian besar ibu di Indonesia tidak beri ASI eksklusif 6 bulan, apa penghambatnya?”5, menilik dari data riset kesehatan dasar pada 2013, sebagian besar penolong persalinan ibu adalah bidan.6 Bidan sebagai tenaga kesehatan mempunyai andil besar dalam memulai pemberian ASI eksklusif, yang disebut dengan inisiasi menyusui dini (IMD). Di luar keadaan medis yang tidak memungkinkan, bayi harus segera diberikan kepada ibunya untuk segera disusui. Bidan mempunyai kesempatan besar dalam memotivasi ibu untuk memberi ASI ekslusif, menginformasikan pentingnya ASI sebagai satu-satunya makanan yang cocok dicerna bayi serta tips memberikan ASI eksklusif bagi ibu pekerja. Faktanya, penelitian yang dilakukan di salah satu Kecamatan di Kota Medan pada 2015 menunjukkan 41,7% bidan menawarkan susu formula secara langsung kepada ibu pasca melahirkan.7 Sebagai orang yang dipercaya, dihormati, dan memberikan pelayanan kesehatan secara langsung di masyarakat, langkah bidan menawarkan susu formula itu mudah diterima oleh ibu yang baru melahirkan. Dalam konteks ini, bidan secara tidak langsung telah menjadi “agen distribusi” susu formula. Cerita tentang bagaimana gencarnya perusahaan susu formula menjalin kerjasama ‘terlarang’ dengan bidan, sempat terjadi pada bidan di Klaten dan diangkat menjadi suatu artikel yang bertajuk “Dosa Etik Produsen Susu Formula” di platform Tirto.id. Disebutkan dalam artikel tersebut bahwa sebelum diterapkannya Perda ASI, semua bidan di Klaten merupakan ujung tombak penjualan susu formula. Keadaan ini tentu menjadi penghambat yang nyata bagi keberhasilan ASI eksklusif. Sebagai orang yang dipercaya, dihormati, dan memberikan pelayanan kesehatan secara langsung di masyarakat, langkah bidan menawarkan susu formula itu mudah diterima oleh ibu yang baru melahirkan. Dalam konteks ini, bidan juga menjadi “agen distribusi” susu formula. Padahal, susu formula tidak sepenuhnya dapat dicerna oleh usus bayi yang masih sensitif.(Sitohang) Bahaya paparan iklan susu formula dan regulasi yang cuma jadi “macan kertas” Paparan iklan walaupun tidak semasif sebelum regulasi tentang ASI eksklusif dibentuk tetap saja membawa dampak. Persepsi bahwa susu formula lebih bergizi ketimbang ASI tetap terbentuk bahkan hingga sekarang karena masih adanya iklan susu formula untuk anak usia di atas satu tahun. Menurut Handayani, kemiripan kemasan dan tidak adanya pernyataan yang jelas pada iklan bahwa produk hanya untuk kelompok umur tertentu membuat ibu dan masyarakat cenderung berasumsi bahwa produk yang diiklankan juga sesuai untuk anak di bawah enam bulan.4 Meskipun sudah terdapat berbagai regulasi yang berkaitan dengan ASI eksklusif, tersedianya regulasi terkait pembatasan promosi dan pemasaran produk Pengganti ASI tidak lantas langsung dapat menyelesaikan masalah. Kendati berlapis, regulasi promosi dan pemasaran susu formula dan pangan bayi tetap tak bertaring. Mekanisme penegakkan hukumnya masih kabur. Bahkan dalam salah satu artikel Tirto.id yang membahas bagaimana masih kaburnya penegakkan regulasi ini memberi tajuk “Regulasi Ompong Menjerat Produsen Susu Bayi”.9 Kurang dukungan dari tempat kerja Permasalahan yang sering muncul ditempat kerja yang memengaruhi kelangsungan ASI eksklusif adalah ketika tempat kerja belum menyediakan ruang menyusui. Dalam artikel yang berbasis studinya, Dewi dan koleganya menemukan bahwa ketersediaan ruang laktasi menjadi persoalan, tidak hanya di perusahaan swasta, tapi juga di instansi pemerintah.3 Disampaikan juga dalam artikel yang sama bahwa di antara buruh perempuan, permasalahannya lebih kompleks karena terdapat dilema antara memerah ASI dan risiko penurunan penghasilan. Memerah ASI berarti mengurangi jam kerja dan mengurangi hasil kerja. Dampaknya juga akan mengurangi penghasilan Persepsi yang keliru Tidak dapat dipungkiri juga bahwa faktor internal suksesnya pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh pengetahuan dan persepsi ibu. Persoalannya, sebagian ibu belum memiliki pemahaman yang cukup tentang pentingnya ASI bagi bayi. Masih adanya anggapan bahwa susu formula lebih bernutrisi dan dapat membuat anak mereka lebih cerdas. Ada pula persepsi bahwa memperkenalkan bayi dengan makanan sejak dini dapat menstimulasi mereka agar mau makan saat usia enam bulan. Secara psikologis, ibu juga terkadang tersugesti bahwa produksi ASI-nya tidak mencukupi dan merasa kesulitan jika harus memerah ASI di kantor (bagi ibu bekerja). Akhirnya mereka menyerah. Alasan-alasan ini yang membuat ibu memutuskan untuk menambahkan asupan selain ASI (baik makanan, air putih, maupun susu formula) kepada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan.3 Memberikan ASI eksklusif sangat direkomendasikan, namun berbagai hambatan muncul dalam penerapannya di Indonesia. Hambatan mulai dari minim dukungan dari lingkungan terdekat, oknum bidan sebagai “distributor” susu formula, bahaya paparan iklan susu formula dan regulasi yang cuma jadi “macan kertas”, kurang dukungan dari tempat kerja dan persepsi yang keliru. Hambatan-hambatan tersebut diharapkan dapat diatasi setelah sudah berhasil diidentifikasi. Meningkatkan cakupan ASI eksklusif di Indonesia merupakan suatu keharusan jika ingin generasi penerus tumbuh dan berkembang dengan maksimal. *** Sumber : World Health Organization. (2019). Exclusive breastfeeding for optimal growth, development and health of infants. Diakses dari situs https://www.who.int/elena/titles/exclusive_breastfeeding/en/ pada 26 November 2020. Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Kesehatan. (2017). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. https://promkes.net/2018/10/19/laporan-survei-demografi-dan-kesehatan-indonesia-sdki-tahun-2017/ Dewi, R. K., Saputri, N. S., & Alifia, U. (2019). Pemberian ASI eksklusif di Indonesia baru capaian semu, ini tanggung jawab siapa?. The Conversation. Diakses dari situs https://theconversation.com/pemberian-asi-eksklusif-di-indonesia-baru-capaian-semu-ini-tanggung-jawab-siapa-121750 pada 26 November 2020. Handayani, A. M. S. (2020). Riset di Kota Palu: suami, mertua dan ibu kandung hambat keberhasilan ibu menyusui. The Conversation. Diakses dari situs https://theconversation.com/riset-di-kota-palu-suami-mertua-dan-ibu-kandung-hambat-keberhasilan-ibu-menyusui-142679 pada 26 November 2020. Sitohang, M. Y. (2018). Sebagian besar ibu di Indonesia tidak beri ASI eksklusif 6 bulan, apa penghambatnya?. The Conversation. Diakses dari situs https://theconversation.com/sebagian-besar-ibu-di-indonesia-tidak-beri-asi-eksklusif-6-bulan-apa-penghambatnya-100958 pada 26 November 2020. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Bruh, R. H., & Adi, M. S. (2015). Tawaran Langsung Yang Dilakukan Bidan Berpengaruh Terhadap Pemberian Susu Formula Kepada Bayi Baru Lahir. Pena Medika Jurnal Kesehatan, 5(1). Tirto.id. 2018. Dosa Etik Produsen Susu Formula. Diakses dari situs https://tirto.id/dosa-etik-produsen-susu-formula-cJew pada 26 November 2020. Tirto.id. 2018. Regulasi Ompong Menjerat Produsen Susu Bayi. Diakses dari situs https://tirto.id/regulasi-ompong-menjerat-produsen-susu-bayi-cJfn pada 26 November 2020.
2022-12-18
Momen-momen awal saat bayi baru lahir merupakan suatu momen krusial dalam hidup, baik untuk bayi dan ibu. Momen tersebut perlu dimaksimalkan agar ibu dan bayi menuai manfaat baik. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sangat disarankan untuk dilakukan karena manfaatnya bagi bayi dan ibu. Berikut akan dibahas tentang manfaat IMD bagi bayi dan ibu. *** Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam artikel berbasis buktinya yang bertajuk “Early initiation of breastfeeding to promote exclusive breastfeeding”, Inisiasi Menyusui Dini (IMD) merupakan proses pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi dalam satu jam pertama setelah kelahiran. Pemberian ASI pada satu jam pertama setelah kelahiran sangat direkomendasikan oleh WHO. (1) Walaupun telah direkomendasikan oleh WHO serta telah di buktikan dengan riset-riset terkait, tetap saja pelaksanaan IMD secara global masih belum menjadi prioritas. Berdasarkan laporan “Global Breastfeeding Scorecard, 2019” yang digarap oleh UNICEF dan WHO, dilaporkan hanya 43% ibu yang melakukan IMD pada bayinya secara global. Targetnya secara global diharapkan angka IMD mencapai 70% pada 2030.(2) Proporsi kegiatan IMD di Indonesia menururt hasil Riskesdas tahun 2018 berada sedikit diatas rata-rata global. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, proporsi IMD pada anak umur 0-23 bulan adalah 58,2%. Dari proporsi ini, yang melakukan IMD ≥ 1 jam hanya 15,9%. (3) Kenapa IMD itu penting? IMD menjadi penting tidak hanya karena direkomendasikan oleh WHO, namun ada banyak manfaat yang didapat dari kegiatan ini yang tidak hanya baik bagi kesehatan secara fisik namun juga kesehatan secara emosional bagi ibu dan bayi. Kegiatan IMD juga tidak akan dapat diulang kembali, sehingga memaksimalkan momen satu jam setelah melahirkan dengan melakukan IMD merupakan kegiatan berharga yang dapat menjai pondasi baik bagi tumbuh dan kembang bayi. Manfaat IMD Bagi Bayi Mendapatkan kebaikan dari kolostrum Kolostrum di merupakan air susu kental berwarna kekuning-kuningan yang diproduksi oleh ibu pada hari pertama melahirkan dan beberapa hari berikutnya, merupakan makanan paling sempurna untuk bayi baru lahir. Kolostrum yang disebut sebagai cairan emas kehidupan diawal pertumbuhan bayi bukan semata karena warnanya yang keemasan, melainkan karena banyaknya manfaat yang dapat diberikan kolostrum bagi kesehatan bayi. Dalam penelitian oleh Godhia & Patel (2013) di Mumbai India, komposisi kolostrum di kotak-kotakkan dalam tiga kategori, yakni kandungan dengan kategori nutrisi, imun, dan pertumbuhan.(4) Penelitian lainnya pada kolostrum diakukan oleh Boquien (2018), temuannya menyatakan bahwa kolostrum baik bagi imunitas bayi. Kandungan sel-sel imunitas seperti makrofag dan limfosit dalam kolostrum membantu bayi memiliki imunitas yang lebih baik.(5) Dengan beragamnya kandunngan baik dalam kolostrum, maka kolostrum dapat memberi manfaat : dapat membantu tumbuh kembang bayi, meningkatkan system kekebalan tubuh dan fungsi usus bayi, membantu melawan infeksi, dan membantu mencegah penyakit kuning. Meningkatkan kemungkinan memberi ASI eksklusif lebih lama Menurut bukti yang dihimpun WHO (1), IMD dan kontak langsung kulit dengan kulit bersama-sama dapat meningkatkan kemungkinan pemberian ASI eksklusif satu sampai dengan empat bulan. Durasi Pemberian ASI eksklusif dianjurkan hingga bayi berusia 6 bulan, namun boleh dilanjutkan hingga anak berusia 2 tahun. Mempererat hubungan antara ibu dan bayi Proses IMD salah satunya meliputi adanya kontak kult bayi dengan kulit ibunya. Sesuai bukti yang telah dihimpun WHO (1), kulit bayi yang bersentuhan langsung dengan kulit ibunya (skin-to-skin contact) segera setelah lahir, dapat menciptakan keintiman yang lebih dalam dengan sang ibu. Lebih jauh, kulit tubuh bayi yang bersentuhan langsung dengan kulit tubuh ibunya merupakan cara efektif untuk menenangkan bayi yang menangis. Hal ini juga membuat sang ibu lebih nyaman. Manfaat IMD Bagi Ibu Inisiasi Menyusui Dini tidak hanya membawa manfat bagi bayi, namun juga bagi ibu. Manfaat utama IMD bagi ibu adalah ketika bayi mencoba untuk menyusu dari ibu secara langsung, sentuhan bayi dapat merangsang keluarnya hormon oksitosin. Hormon oksitosin umumnya keluar saat proses melahirkan dan menyusui. Mengutip dari artikel Medical News Today yang bertajuk “What is the link between love and oxytocin?”, salah satu fungsi dari hormon ini kerap dikaitkan dengan rasa empati, kepercayaan, dan membangun hubungan antarmanusia.(6) Oksitosin diproduksi tubuh ibu dapat menyebabkan rahim berkontraksi. Hal ini dapat membantu proses melahirkan maupun mengurangi risiko perdarahan setelah melahirkan. Keluarnya hormon ini juga akan memicu hormon lain yang dapat membantu ibu merasa tenang, santai dan membentuk ikatan yang dalam dengan bayi. Hormon oksitosin juga akan menstimulasi keluarnya air susu. Proses IMD menurut IDAI Mengutip dari laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam artikelnya yang bertajuk “Inisiasi Menyusui Dini” (7) berikut tahap-tahap IMD dilakukan: Proses IMD dilakukan segera setelah bayi lahir, yang tidak memerlukan tindakan resustitasi bayi. Apabila proses persalinan berlangsung normal, bayi langsung dibaringkan dengan posisi telungkup di atas perut ibu. Namun, apabila persalinan dilakukan dengan operasi Caesar, bayi dibaringkan di atas dada ibu. Setelah itu petugas akan membersihkan tubuh bayi, kecuali kedua tangannya. Sebab, tangan bayi mengandung bau cairan amnion yang akan membantu bayi mencari puting ibunya. Bayi diletakkan dengan arah kepala menghadap ke kepala ibu. Setelah beberapa saat, bayi akan mulai bergerak untuk mencari puting untuk minum air susu ibunya, dan proses inisiasi menyusui dini akan dimulai. Posisi menyusui bayi baru lahir adalah dengan menopang kepala bayi menggunakan satu tangan, sementara tangan yang lain mengarahkan payudara agar posisi menyusui tepat. Setelah IMD selesai, barulah perawatan selanjutnya seperti menimbang, pemberian vitamin dan lain-lain dilakukan. Keberhasilan IMD tanggungjawab bersama Meski IMD terbukti memberi manfaat bagi ibu dan bayi, keberhasilan IMD tidak berada ditangan ibu seorang, namun ditangan bersama. Keberhasilan IMD merupakan tanggungjawab bersama. Fasilitas kesehatan memang memegang peranan penting dalam berlangsungnya IMD. Dalam artikel commentary yang bertajuk “Early initiation of breastfeeding” menyatakan bahwa praktik persalinan yang buruk di fasilitas kesehatann tempat bersalin dapat mengganggu inisiasi menyusui dini dengan konsekuensi negatif dalam hal pemberian ASI eksklusif selama bulan pertama dan peningkatan risiko kematian bayi.(8) Faskes memang memiliki peran penting, namun peran ayah, ibu dan keluarga tidak kalah pentingnya. Penting bagi para calon ayah, ibu dan keluarga untuk memilih rumah sakit yang pro-ASI dan pro-IMD *** Sumber : World Health Organization. (2019). Early initiation of breastfeeding to promote exclusive breastfeeding. Diakses dari situs https://www.who.int/elena/titles/early_breastfeeding/en/ pada 3 Desember 2020. Global Breastfeeding Collective. (2019). Global Breastfeeding Scorecard, 2019: Increasing Commitment to Breastfeeding Through Funding and Improved Policies and Programmes. New York, Geneva: UNICEF, WHO. https://www.who.int/nutrition/publications/infantfeeding/global-bf-scorecard-2019/en/ Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI tahun 2018. Godhia, M. L., & Patel, N. (2013). Colostrum–its Composition, Benefits as a Nutraceutical–A Review. Current Research in Nutrition and Food Science Journal, 1(1), 37-47. http://www.foodandnutritionjournal.org/volume1number1/colostrum-its-composition-benefits-as-a-nutraceutical-a-review/ Boquien, C. Y. (2018). Human milk: An ideal food for nutrition of preterm newborn. Frontiers in pediatrics, 6, 295. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6198081/ MacGill, M. (2017). What is the link between love and oxytocin?. Medical News Today. Diakses dari situs https://www.medicalnewstoday.com/articles/275795#risks pada 4 Desember 2020. Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2013). Inisiasi Menyusui Dini. Diakses dari situs https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/inisiasi-menyusu-dini pada 4 Desember 2020. Shrimpton, R. (2017). Early initiation pf breastfeeding. WHO, Geneva. Diakses dari situs https://www.who.int/elena/titles/commentary/early_breastfeeding/en/ pada 4 Desember 2020.
2022-12-18
Jika menyusui ASI belum ditemukan sama sekali, maka hari ini jika ada orang yang menjadi ‘penemunya’ akan sangat layak menerima dua Penghargaan Nobel sekaligus di bidang kesehatan dan ekonomi. Begitu menurut Keith Hansen, penulis artikel “Breastfeeding: a smart investment in people and in economies” yang terpublikasi di The Lancet. (1) Menyusui ASI memang sangat lekat dengan manfaat kesehatannya, tapi apa manfaatnya secara ekonomi? *** Menyusui ASI Tidak Hanya Membawa Dampak Kesehatan Pemberian ASI (Air Susu Ibu) pada bayi merupakan suatu kegiatan penting, dampak baiknya telah diteliti oleh para ilmuwan dan sangat direkomendasikan oleh badan kesehatan dunia (WHO). Dampak ASI pada kesehatan baik pada bayi maupun pada ibu telah banyak disampaikan dan dipromosikan demi meningkatkan partisipasi memberikan ASI di seluruh dunia. Cakupan menyusui secara global masih belum menunjukkan suatu angka yang memuaskan. Dilaporkan hanya sekitar 41% bayi menerima ASI eksklusif menurut laporan Global Breastfeeding Scorecard 2019. (2) Cakupan ini perlu ditingkatkan lagi agar memenuhi target sekitar 70% pada 2030, sesuai dengan target yang dicanangkan oleh WHO dan UNICEF. Telah melimpahnya dampak baik menyusui pada kesehatan masih memerlukan dukungan serius untuk mempromosikan menyusui ASI di masyarakat luas. Maka dari itu penting untuk mencari tahu lagi apa saja dampak menyusui selain dilihat dari sisi kesehatan sehingga promosi yang dilakukan dapat lebih beragam dan menawarkan manfaat nyata bagi masyarakat. Beberapa tahun belakangan, kajian-kajian dari beberapa peneliti bersama dengan WHO dan UNICEF (United Children Fund’s) mencoba untuk mengukur dampak menyusui pada sector lainnya, tepatnya pada sector perekonomian. Suatu badan yang dibentuk bersama oleh WHO dan UNICEF, yakni Global Breastfeeding Collective dalam salah satu publikasinya yang bertajuk “Nurturing the Health and Wealth of Nations: The Investment Case for Breastfeeding” pada 2017 lalu menekankan bahwa menyusui tidak hanya sebuah investasi untuk kesehatan bayi dan untuk menyelamatkan nyawanya, tapi juga sebagai investasi dalam sumber daya manusia yang dapat menguntungkan bagi perekonomian negara. Secara perhitungan ekonomi, menyusui menjadi salah satu investasi terbaik dalam kesehatan global, hal ini dikarenakan setiap $1 yang diinvestasikan dalam menyusui menghasilkan keuntungan ekonomi sebesar $35. (3) ASI dapat memberi dampak positif terhadap ekonomi. WHO merangkum temuan dari The Lancet Journals Series on Breastfeedings dan menegaskan bahwa menyusui ASI diperkirakan dapat menyelamatkan 800.000 bayi dan menghindari kerugian ekonomi global akibat cakupan menyusui yang rendah mencapai lebih dari $300 miliar pada tahun 2012. (4) Dampak Ekonomi dari Penghindaran Penyakit Salah satu artikel Tirto.id yang bertajuk “ASI Menguntungkan Keluarga dan Negara” mewawancara seorang ahli laktasi dr. Utami Roesli, SpA, IBCLC, FABM yang menyampaikan bahwa jika gerakan menyusui gencar dilakukan, angka kematian ibu dan anak dapat ditekan, menyusui dengan ASI juga akan membantu ibu dan bayi agar terhindar dari penyakit. (5) Menghindari penyakit menjadi penting jika dikaitkan dengan perekonomian dikarenakan ada biaya yang dikeluarkan untuk sembuh. Mengutip dari perhitungan yang ada dalam artikel Tirto.id, akibat pneumonia dan diare saja, Indonesia bisa kehilangan 5.700 anak per tahun dan mengeluarkan biaya kesehatan sebanyak $270 juta atau sekitar Rp3,5 triliun untuk perawatan. Tak hanya itu, sebanyak 1.279 kematian ibu akibat kanker payudara per tahunnya juga dapat dicegah dan menghindarkan Rp59 miliar kerugian dari kehilangan produktivitas seumur hidup. (5) Note : “Asia Tenggara kehilangan $1 triliun per tahunnya akibat angka menyusui rendah, dan lebih dari 80 persennya terjadi di Indonesia,” mengutip yang disampaikan dokter utami dalam artikel Tirto.id. Lebih dalam lagi menilik dampak positif menyusui ASI pada ekonomi maka sampailah pada penelitian Pokhrel dan koleganya. Penelitian yang bertajuk “Potential economic impacts from improving breastfeeding rates in the UK” ini meyakini bahwa peningkatan tren menyusui menghemat pengeluaran negara secara signifikan. Untuk menghitungnya, mereka mengidentifikasi penyakit yang bisa dihindari dengan menyusui. Mulai dari pengurangan infeksi saluran pencernaan dan pernapasan, peradangan telinga pada bayi, enterocolitis nekrotikan (infeksi pembengkakan perut) pada bayi prematur, dan kanker payudara pada ibu. (6) Inggris sendiri mengeluarkan biaya untuk mengobati empat penyakit pada anak di atas sebesar £89 juta per tahun. Lalu, biaya yang harus ditanggung seumur hidup untuk merawat ibu dengan kanker payudara diperkirakan mencapai £ 959 juta. Gerakan untuk menyusui secara eksklusif dari semula 1 minggu menjadi 4 bulan dapat mengurangi kejadian penyakit menular pada anak dan menghemat £11 juta per tahun. Kembali lagi pada laporan yang di rilis Global Breastfeeding Collective pada 2017, dinyatakan juga sebuah temuan bahwa di Cina, India, Nigeria, Meksiko, dan Indonesia, cakupan menyusui ASI yang rendah bertanggungjawab atas lebih dari 236.000 kematian anak setiap tahun; di negara-negara ini, perkiraan biaya kerugian ekonomi dari kematian dan kerugian kognitif yang disebabkan oleh pemberian ASI yang tidak memadai diperkirakan hampir sekitar $119 miliar per tahun. (3) Menyusui ASI selain dapat dituai manfaat kesehatannya, ternyata juga membawa dampak yang baik pada perekonomian. Menyusui ASI dapat menyelamatkan nyawa, sekaligus ketika dilakukan sesuai anjuran maka akan dapat menguntungkan perekonomian keluarga dan negara, bahkan secara global. Notes: “Breastfeeding is not only an investment in improving children’s health and saving lives, but also an investment in human capital development that can benefit a country’s economy.” -Global Breastfeeding Collective, 2017. Sumber : Hansen, K. (2016). Breastfeeding: a smart investment in people and in economies. The Lancet, 387(10017), 416. https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(16)00012-X/fulltext Global Breastfeeding Collective. (2019). Global Breastfeeding Scorecard, 2019: Increasing Commitment to Breastfeeding Through Funding and Improved Policies and Programmes. New York, Geneva: UNICEF, WHO. https://www.who.int/nutrition/publications/infantfeeding/global-bf-scorecard-2019/en/ Global Breastfeeding Collective. 2017. Nurturing the Health and Wealth of Nations: The Investment Case for Breastfeeding. New York, Geneva: UNICEF, WHO. https://www.who.int/nutrition/publications/infantfeeding/global-bf-collective-investmentcase/en/ WHO. 2016. Increasing breastfeeding could save 800 000 children and US$ 300 billion every year. Diakses dari situs https://www.who.int/maternal_child_adolescent/news_events/news/2016/exclusive-breastfeeding/en/ pada 9 Desember 2020. Putri, A. W. 2017. ASI Menguntungkan Keluarga dan Negara. Tirto.id. Diakses dari situs https://tirto.id/asi-menguntungkan-keluarga-dan-negara-cwcb pada 9 Desember 2020 Pokhrel, S., Quigley, M. A., Fox-Rushby, J., McCormick, F., Williams, A., Trueman, P., ... & Renfrew, M. J. (2015). Potential economic impacts from improving breastfeeding rates in the UK. Archives of disease in childhood, 100(4), 334-340. https://adc.bmj.com/content/100/4/334.full#xref-ref-7-1 Tanam link: https://www.globalbreastfeedingcollective.org/about-collective Global bf collective https://www.thelancet.com/series/breastfeeding the lancet bf series
2022-12-18
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dengan gizi lengkap yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif sampai bayi berusia enam bulan. Rekomendasi ini dilanjutkan dengan memberi makanan pendukung lain setelah bayi berusia enam bulan sampai dengan usia dua tahun, namun tetap diiringi pemberian ASI. Terdapat beberapa kondisi tertentu dimana ibu tidak dapat memberikan ASI atau memerlukan ASI tambahan, dalam keadaan ini, ibu memiliki pilihan apakah akan tetap memberikan ASI untuk anaknya dengan mengambil dari pendonor ASI. Untuk memenuhi asupan gizi bayi bagi ibu yang tidak dapat memberikan ASI boleh saja mencari donor ASI asalkan mempertimbangkan terlabih dahulu beberapa hal. *** Apa Itu Donor ASI? Donor ASI merupakan kegiatan menyumbangkan ASI untuk diberikan pada yang membutuhkan. Kegiatan donor ASI biasanya diakukan oleh ibu menyusui yang memiliki jumlah ASI berlebih. Kegiatan donor ASI ini perlu ada karena terdapat beberapa ibu memiliki ASI berlebih dan di sisi lain terdapat juga ibu yang memiliki masalah terhadap ASI nya sehingga memerlukan donor ASI. Kegiatan donor ASI di berbagai negara di dunia diatur oleh bank ASI atau Milk Bank. Hingga saat ini belum ada bank ASI di Indonesia karena permasalahan kepercayaan dan agama, selain itu dibutuhkan waktu dan persiapan yang lama untuk mewujudkannya. Dalam Kondisi Apa Donor ASI Diperlukan? Menurut artikel dari laman Sehatq (1), berikut beberapa kondisi bayi yang biasanya disarankan untuk menggunakan donor ASI adalah: Bayi yang lahir prematur Bayi dengan ibu yang sakit parah Bayi mengalami gagal tumbuh Intoleransi laktosa, baik dari ASI ibu kandung maupun lewat susu formula Alergi Bayi mengalami sindrom malabsorpsi Defisiensi imunologi Bayi atau ibu kandung memiliki penyakit menular. Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Mendonorkan ASI Bagi ibu yang akan mendonorkan ASInya harus bersedia melakukan beberapa kegiatan seperti tes darah untuk mengetahui kondisi kesehatannya. Ibu yang akan mendonorkan ASInya harus memiliki kondisi kesehatan yang baik dan tidak sedang mengonsumsi suplemen herbal dan obat-obatan medis, termasuk insulin, hormon pengganti tiroid, pil KB, dan produk obat yang bisa memengaruhi bayi. Mengutip dari Alodokter (2), ibu dilarang menjadi pendonor ASI apabila sedang mengalami kondisi sebagai berikut: Menderita HIV, HTLV (human T-lymphotropic virus), sifilis, hepatitis B, atau hepatitis C, berdasarkan hasil tes darah. Memiliki suami atau pasangan seksual yang berisiko terjangkit HIV, HTLV, sifilis, hepatitis B, atau hepatitis C. Merokok atau mengonsumsi produk-produk dari tembakau. Menggunakan obat-obatan terlarang. Mengonsumsi minuman beralkohol sebanyak 60 ml atau lebih per hari. Dalam 6 bulan terakhir, menerima transfusi darah. Dalam 12 bulan terakhir, menerima transpantasi organ atau jaringan. Di Indonesia sendiri sudah ada peraturan tentang donor ASI, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Isinya menyatakan: Pemberian ASI eksklusif oleh pendonor ASI dilakukan dengan persyaratan: Adanya permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang bersangkutan. Kejelasan identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau keluarga dari bayi penerima ASI. Adanya persetujuan pendonor ASI setelah mengetahui identitas bayi yang diberi ASI. Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak memiliki kondisi medis yang membuatnya tidak boleh memberikan ASI, termasuk menderita penyakit yang dapat menular lewat ASI. ASI tidak diperjualbelikan. Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Menerima Donor ASI Seperti yang direkomendasikan oleh Food and Drug Administration (FDA) milik Amerika Serikat, sebelum ibu atau keluarga memutuskan untuk menggunakan ASI donor, maka sangat disarankan untuk melakukan konsultasi dengan petugas layanan kesehatan atau konselor laktasi.(3) Ibu dan keluarga penerima donor ASI juga perlu memastikan bahwa ASI yang diterima dari pendonor telah diperiksa dan diskrining, hal ini bertujuan untuk menjamin keamanan dari ASI tersebut. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan saat menerima donor ASI mengutip dari salah satu laman Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, adalah dalam hal agama, khususnya dalam hukum Islam. Disebutkan bahwa dengan berbagi ASI, bayi yang meminum ASI dari ibu lain, baik secara langsung dari payudara atau lewat ASI perah, otomatis menjadi saudara sepersusuan dengan bayi ibu yang mendonorkan ASI tersebut. Apabila kedua bayi tersebut berlainan jenis, perempuan dan laki-laki, di kemudian hari dilarang untuk menikah. Namun pandangan lain menyebutkan tidak semudah itu menentukan seorang bayi penerima donor ASI menjadi saudara sepersusuan, tergantung dari sifat penyusuan itu sendiri (langsung atau tidak langsung/ASI perah). (4) Kegiatan donor ASI merupakan salah satu kegiatan tolong menolong antar ibu menyusui, namun perlu diperhatikan juga aturan serta tahapan-tahapan yang berlaku guna menjaga kualitas ASI yang didonorkan ataupun diterima hasilnya baik saat diberikan kepada bayi. Bagi ibu yang ingin mendonorkan ataupun menerima donor ASI sebelumnya sebaiknya berkonsultasi denagn petugas layanan kesehatan atau konselor laktasi agar mendapat pertimbangan-pertimbangan yang lebih matang. *** Sumber : Harismi, A. 2020. Sebelum Gunakan Donor ASI, Ini yang Harus Anda Pertimbangkan. Sehatq. Diakses dari situs https://www.sehatq.com/artikel/sebelum-gunakan-donor-asi-ini-yang-harus-anda-pertimbangkan pada 11 Desember 2020. Marianti. 2019. Perhatikan Hal Ini Sebelum Memberi atau Menerima Donor ASI. Alodokter. Diakses dari situs https://www.alodokter.com/Perhatikan-3-Hal-Ini-Sebelum-Memberi-atau-Menerima-Donor-ASI pada 11 Desember 2020. Food & Drug Administration. 2018. Use of Donor Human Milk. USA. Diakses dari situs https://www.fda.gov/science-research/pediatrics/use-donor-human-milk pada 11 Desember 2020. Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. 2014. Menjadi Donor ASI. Kementerian Kesehatan RI. Diakses dari situs https://promkes.kemkes.go.id/?p=2317 pada 11 Desember 2020.
2022-12-18
Saat ibu sedang hamil, sebagian besar mungkin akan menyadari bahwa mulai muncul kelenjar-kelenjar kecil di sekitar putting dan areola payudara yang menyerupaii bintik-bintik kecil. Kelenjar tersebut dinamakan kelenjar Montgomery. Mari kenali lebih jauh apa itu kelenjar Montgomery dan apa fungsinya, terutama pada masa menyusui. *** Apa itu kelenjar Montgomery? Kelenjar Montgomery merupakan kelenjar-kelenjar kecil yang berada di sekitar puting dan area gelap sekitar payudara. Kelenjar Montgomery tampak berupa titik-titik kecil dan biasanya akan terlihat lebih jelas pada wanita hamil. Dalam salah satu studi yang di gelar di India, sebesar 30 – 50% wanita hamil mulai menyadari keberadaan kelenjar Montgomery di payudara mereka.(1) Ibu hamil dapat mengidentifikasi kelenjar Montgomery dengan mencari benjolan kecil yang menonjol di areola. Areola adalah area gelap yang mengelilingi puting. Mereka juga bisa muncul di puting itu sendiri. Mereka biasanya terlihat seperti bintik kecil yang muncul saat sedang merinding. (2) Mengutip dari Healtline dalam artikelnya yang bertajuk “What You Should Know About Montgomery’s Tubercles” (2), jumlah kelenjar Montgomery pada payudara setiap wanita umumnya berbeda-beda. Setiap sisi payudara memiliki rata-rata sekitar 2 – 28 kelenjar Montgomery atau lebih. Beberapa fungsi kelenjar Montgomery Kelenjar Montgomery merupakan kombinasi dari kelenjar susu dan kelenjar minyak pada payudara. Kelenjar Montgomery memiliki beberapa fungsi, yaitu: #1 Melumas puting dan areola Kelenjar Montgomery menghasilkan minyak alami untuk membasahi, melembapkan, dan membersihkan area puting serta areola. (3) #2 Melindungi dari infeksi dan kuman Kelenjar Montgomery mengeluarkan sedikit ASI, tetapi sebagian besar menghasilkan zat berminyak alami. Zat berminyak ini mengandung sifat antibakteri. Ini membantu melindungi payudara dari infeksi dengan mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan kuman. (3) #3 Mendukung kelancaran proses menyusui Kelenjar Montgomery dapat menghasilkan aroma yang bisa dideteksi oleh indra penciuman bayi. Dengan adanya aroma tersebut, proses pelekatan mulut bayi pada puting ibu saat menyusui menjadi lebih lancar. Aroma inilah yang mendorong bayi untuk mencari posisi puting ibu agar dapat menyusu segera setelah lahir atau saat IMD (Inisiasi Menyusu Dini) berlangsung. Penelitian dari Doucet dan koleganya pada 2012 menunjukkan bahwa bayi dari wanita dengan lebih banyak memiliki kelenjar Montgomery menemukan payudara dan mulai menyusu lebih cepat daripada bayi dengan kelenjar Montgomery yang lebih sedikit. Lebih banyak kelenjar Montgomery juga berhubungan dengan pertumbuhan bayi baru lahir yang lebih baik.(4) Kelenjar Montgomery tidak memerlukan perlakuan spesial Tidak ada hal istimewa yang perlu dilakukan pada kelenjar Montgomery. (2) Hanya saja perlu diperhatikan sedikit untuk menghindari infeksi dan peradangan. Untuk menjaga agar bebas dari infeksi dan peradangan dapat melakukan beberapa hal berikut: Menjaga kebersihan puting. Selama kehamilan dan menyusui, basuh payudara setiap hari dengan air hangat. Jika tidak sedang menyusui, sabun berbahan kimia lembut biasanya aman digunakan setiap hari. Hindari minyak dan pelumas lainnya. Jangan mencoba memencet dan meletupkan kelenjar Montgomery hanya karena salah mengiranya sebagai jerawat, karena ini bisa berbahaya. Kenakan bra yang nyaman dan bersih setiap hari. Jika kehadiran kelenjar Montgomery terlihat mengganggu dan ibu tidak hamil atau menyusui, bicarakan dengan dokter tentang pembedahan untuk mengangkatnya. Namun hal ini dapat memengaruhi kemampuan untuk menyusui di kemudian hari. (2) Kelenjar Montgomery adalah bagian yang sehat dari anatomi payudara. Setelah bayi lahir, dan masa menyusui telah berakhir, benjolan kecil itu dapat menyusut kembali dengan sendirinya. (5) Namun, jika gejala tersebut tidak kunjung hilang atau ibu memiliki kekhawatiran tentangnya, ibu dapat menghubungi dokter atau konselor laktasi terdekat. *** Sumber : Kumari, R., Jaisankar, T. J., & Thappa, D. M. (2007). A clinical study of skin changes in pregnancy. Indian Journal of Dermatology, Venereology, and Leprology, 73(2), 141. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17458033/ Chertoff, J. 2018. What You Should Know About Montgomery’s Tubercles. Healthline. Diakses dari situs https://www.healthline.com/health/montgomerys-tubercles pada 16 Desember 2020 Doucet, S., Soussignan, R., Sagot, P., & Schaal, B. (2009). The secretion of areolar (Montgomery's) glands from lactating women elicits selective, unconditional responses in neonates. PLoS One, 4(10), e7579. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2761488/ Doucet, S., Soussignan, R., Sagot, P., & Schaal, B. (2012). An overlooked aspect of the human breast: areolar glands in relation with breastfeeding pattern, neonatal weight gain, and the dynamics of lactation. Early human development, 88(2), 119-128. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21852053/ Murray, D. 2020. The Montgomery Glands. Verrywell Family. Diakses dari situs https://www.verywellfamily.com/the-montgomery-glands-431671 pada 16 Desember 2020
2022-12-18
Mengutip dari American Pregnancy Association, sekitar 70 – 80% ibu yang baru melahirkan bayi mengalami perasaan yang negative dan mood swing. Keadaan ini diistilahkan sebagai baby blues. Apa itu baby blues? Baby blues merujuk pada periode singkat setelah melahirkan yang dipenuhi dengan kesedihan, rasa cemas, stress, dan perubahan suasana hati secara tiba-tiba (mood swing). Sekitar 70 – 80% ibu pasca persalinan mengalami apa yang sering disebut sebagai baby blues, jadi kejadian baby blues ini bukan merupakan suatu kejadian yang langka melainkan sangat mungkin dialami ibu-ibu pasca melahirkan. (1) Mengutip dari apa yang disampaikan Manjunath & Giriyappa dalam artikel penelitiannya yang bertajuk “Postpartum Blue is Common in Socially and Economically Insecure Mothers”, Baby blues termasuk salah satu dari tiga masalah mood pada ibu pasca melahirkan. Baby blues ini dikategorikan sebaga masalah yang ringan dan sebagian besar ibu pasca melahirkan akan mengalaminya. (2) Kapan tepatnya baby blues ini terjadi? Apa gejalanya? Menurut American Pregnancy Association, gejala dari baby blues akan mulai terlihat pada hari keempat sampai hari kelima setelah ibu melahirkan.(1) Hal ini juga dipengaruhi bagaimana proses persalinan ibu, apakah sulit atau lancar saja. Bagi ibu yang mengalami persalinan yang cenderung sulit, gejala baby blues ini bisa terlihat lebih awal. Gejala dari baby blues biasanya termasuk: Merasa sedih dan menangis tanpa alasan Mengalami perubahan suasana hati yang cepat (mood swing) dan sangat mudah tersinggung Merasa tidak terikat dengan bayi (tidak ada bonding dengan bayi) Seperti ada yang hilang dari kehidupan yang sudah dialami, misalnya merasa kehilangan kebebasan untuk pergi bersama teman-teman Mengkahwatirkan atau merasa cemas tentang kesehatan dan keselamatan bayi secara berlebihan Kesulitan dalam membuat keputusan dan sulit untuk berpikir jernih Kenapa baby blues bisa terjadi? Apa penyebabnya? Penyebab pasti dari baby blues masih belum diketahui sampai dengan saat ini. Sejauh ini baby blues diduga kuat terkait dengan adanya perubahan hormon yang terjadi selama masa kehamilan dan kembali setelah bayi sudah lahir. Perubahan hormon inilah yang diduga menghasilkan perubahan kimiawi di otak yang menyebabkan depresi. Selain itu, adaptasi setelah kelahiran bayi, jam tidur yang terganggu, gangguan pada rutinitas, dan emosi yang bergejolak pasca melahirkan diduga juga memberi kontribusi pada perasaan ibu yang mudah berubah-ubah.(1) Berapa lama baby blues melanda ibu? Gejala dari baby blues normalnya terjadi hanya beberapa menit atau beberapa jam tiap harinya. Harusnya gejala baby blues ini akan mulai memudar dan menghilang setelah 14 hari setelah persalinan. Cara mengelola keadaan baby blues? Baby blues umumnya akan hilang dengan sendirinya. Meski demikian, jika mengalaminya, kondisi ini perlu dikelola dengan baik. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi baby blues adalah (3) : #1 Tidur sebanyak yang ibu bisa Memastikan waktu tidur tercukupi dengan baik akan membantu memulihkan tenaga dan menjaga kestabilan mood. Semua hal bisa terlihat menjadi lebih buruk ketika dilanda kelelahan, maka dari itu tidur bisa memperbaiki keadaan ini. #2 Olahraga rutin dan makan makanan berkualitas Olahraga rutin dan makan makanan yang berkualitas akan sangat membantu menjaga keseimbangan tubuh dan nutrisinya. Olahraga dan makan makanan berkualitas akan membantu mengontrol mood agar lebih seimbang. Hindari makanan yang tinggi akan karbohidrat sederhana seperti sirup, kue kering kemasan, dan roti putih. Makanan jenis ini diduga dapat memperparah mood swing. #3 Jangan bebani diri Jangan paksakan diri untuk mengerjakan segalanya sendiri. Kerjakanlah apa yang sanggup dikerjakan. Bila merasa kewalahan, baik dalam mengurus bayi atau pekerjaan rumah, jangan sungkan untuk meminta bantuan orang-orang terdekat yang dipercaya. #4 Berbicara dengan orang lain Berbicara dan bercerita pada orang lain akan membantu meringankan apa yang mengganjal di dada. Disarankan untuk sesekali bercerita baik pada keluarga, teman dekat, ataupun seorang therapist untuk membantu meringankan beban di dada. Carilah teman bicara yang mampu mendengarkan dengan seksama dan tidak menghakimi. #5 Membuat ikatan yang lebih kuat dengan pasangan Pasangan tentu bisa menjadi salah satu penguat dan terdekat dalam fase-fase sulit ini. Membangun ikatan yang kuat adalah kunci untuk bisa melewati fase ini bersama. Selain dengan beberapa cara di atas, Anda juga bisa meluangkan waktu selama beberapa hari untuk me time atau melakukan hal yang disukai. Hal tersebut mungkin bisa membantu mengatasi gejala baby blues yang dirasakan. Walaupun sedang berada ditengah momen bahagia karena telah berhasil melahirkan bayi, baby blues nampaknya akan sulit dihindari. Namun, hal ini tidak boleh dijadikan alasan untuk khawatir karena menurut para ahli, baby blues akan hilang dengan sendirinya setelah beberapa waktu. Selain itu, untuk meminimalisir dampaknya, telah ada beberapa hal yang dapat dilakukan seperti disebutkan diatas. Jika gejala baby blues dirasakan tidak membaik dan masih menetap lebih dari dua minggu setelah melahirkan, jangan ragu untuk segera berkonsultasi dengan psikolog agar keluhan tidak bertambah parah. *** Sumber : American Pregnancy Association. 2019. Baby Blues. Diakses dari situs https://americanpregnancy.org/healthy-pregnancy/first-year-of-life/baby-blues-71032/pada 17 Desember 2020. Manjunath, N. G., & Giriyappa Venkatesh, R. (2011). Postpartum blue is common in socially and economically insecure mothers. Indian journal of community medicine: official publication of Indian Association of Preventive & Social Medicine, 36(3), 231. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3214451/ Bradley, S. 2020. What Are the Baby Blues and How Long Do They Last?. Healthline. Diakses dari situs https://www.healthline.com/health/baby-blues pada 18 Desember 2020.
2022-12-18
Hormon Oksitosin Oksitosin adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar pituitari di bagian otak. Hormon oksitosin memiliki beberapa fungsi dalam tubuh manusia. Fungsi tersebut seperti memberikan perasaan rileks, menurunkan stress dan kecemasan, menurunkan tekanan darah, dan menyebabkan kontraksi otot. Hormon oksitosin merupakan hormon yang terlibat dalam hubungan sosial, ikatan, kepercayaan, kasih sayang, dan cinta.[1] Bagi wanita, hormon oksitosin merupakan hormon yang penting. Selama proses melahirkan, hormon oksitosin membantu rahim untuk berkontraksi dan membantu mendorong bayi keluar.[2] Hormon oksitosin terlibat dan memiliki peran penting dalam proses menyusui dan orgasme. Hormon ini terkadang disebut juga hormon keibuan, hormon anti stress atau hormon cinta. Pijat Oksitosin Pijat oksitosin dikenal luas sebagai salah satu teknik yang berguna untuk memperlancar keluarnya ASI. Umumnya pijatan dilakukan di punggung ibu dan bisa dilakukan oleh siapa saja yang sebelumnya sudah memiliki pengetahuan tentang metode pijat ini. Pijat ini tak sekadar membuat tubuh menjadi lebih rileks dan mengatasi lelah, tetapi juga bisa membantu melancarkan produksi ASI. Pijatan ini dilakukan dengan memberikan stimulasi pada area tertentu dan sebaiknya dilakukan hanya setelah melahirkan saja. Cara Melakukan Pijat Oksitosin Pijat oksitosin dapat dilakukan oleh siapapun asalkan mengetahui metode pemijatan sederhana ini. Konselor laktasi biasanya membekali ilmu tentang cara pijat oksitosin untuk memperlancar ASI ini kepada orang terdekat seperti suami atau keluarga.Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan pijat punggung. Tujuannya, tentu saja untuk merangsang otak agar menghasilkan hormon oksitosin lebih banyak.Dalam kaitannya dengan menyusui, pijat ini membantu sang ibu merasa rileks. Hal ini berguna untuk memperlancar ASI yang keluar.Ikuti cara melakukan pijat oksitosin untuk memperlancar ASI. Berikut cara pijat oksitosin mengutip dari laman Sehatq [3]: Ibu duduk dengan posisi sedikit membungkuk, bisa bersandar ke bangku atau memeluk bantal. Suami atau keluarga memijat kedua sisi tulang belakang dengan kepalan tangan. Posisi kepalan tangan adalah ibu jari mengarah ke depan. Berikan pijatan yang cukup kuat dengan gerakan melingkar. Pijatan diberikan mulai dari tulang belakang hingga separuh punggung (sebatas garis tempat tali bra berada). Lakukan pijatan yang sama ke arah bawah pada area leher hingga tulang belikat. Pijat oksitosin dilakukan selama 2 hingga 3 menit. Tanda Bahwa Tubuh Telah Melepaskan Oksitosin Ada beberapa tanda bahwa oksitosin telah melaksanakan tugasnya di dalam tubuh, hal ini diulas dalam salah satu publikasi WHO bertajuk “Infant and Young Child Feeding: Model Chapter for Textbooks for Medical Students and Allied Health Professionals.” [4] Beberapa tanda tersebut adalah sebagai berikut: Muncul sensasi kesemutan di payudara Perasaan kram pada Rahim saat menyusui Mendengar suara bayi menelan saat bayi sedang menyusui Melihat ada ASI yang menetes deras dari payudara Timbul perasaan senang dan rileks setelah menyusui bayi Hubungan Pijat dan Peningkatan Oksitosin Mengutip dari Healthline, pijat pasca persalinan memiliki sejumlah manfaat, umumnya manfaat tersebut adalah membuat tubuh menjadi rileks, menghilangkan stres, mengurangi rasa sakit, membuat tidur menjadi lebih berkualitas, membantu proses menyusui, serta memulihkan keseimbangan hormon pasca persalinan. [5] Lebih spesifik lagi, pijat oksitosin merupakan salah satu teknik pijat yang banyak dilakukan pasca persalinan. Teknik pijat ini dapat memberi stimulasi pada puting dan diyakini mampu meningkatkan produksi ASI. Hal ini menjadi salah satu alasan kenapa pijat oksitosin dipercaya bisa membantu dalam proses menyusui. Pada tahun 2012, suatu studi yang membahas tentang pijat oksitosin bertajuk “Massage increases oxytocin and reduces adrenocorticotropin hormone in humans”, mengukur efek pijat terhadap tingkat oksitosin, serta hormon dan senyawa lain dalam tubuh. Dalam penelitian tersebut, dilakukan pengambilan darah pada sekitar 100 partisipan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan sesudah dilakukan pijat dengan tekanan sedang di punggung. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar oksitosin dalam tubuh partisipan yang dipijat. [6]. Di Indonesia sendiri, sempat diteliti terkait pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI [7], penelitian tersebut menemukan bahwa ada pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI ibu. Walaupun Risikonya Rendah, Tetap Hati-hati Walaupun pijat oksitosin ini dapat dikatakan terkategori relatif aman, perlu diperhatikan juga bahwa ada beberapa kondisi yang perlu dihindari. Kondisi tersebut seperti misalnya seseorang yang memiliki luka terbuka, memiliki kelainan darah, atau mengonsumsi obat-obatan tertentu. Penting pula memperhatikan seberapa besar tekanan yang diberikan pada punggung saat pemijatan. Jika pijatan terlalu kuat sehingga menimbulkan rasa nyeri, segera hentikan. Jangan sampai pijatan justru membuat tubuh menjadi sakit atau bahkan memar. Jika merasa perlu melakukan pijat oksitosin untuk mendukung proses menyusui, sebaiknya berkonsultasi pada layanan konsultasi laktasi atau dokter kandungan terlebih dulu, agar mendapatkan saran terbaik untuk kelancaran proses menyusui. Note : Pijat oksitosin dikenal luas sebagai salah satu teknik yang berguna untuk memperlancar keluarnya ASI. *** Sumber : Murray, D. (2018). Oxytocin and Breastfeeding. Very Well Family. Diakses dari situs https://www.verywellfamily.com/oxytocin-and-breastfeeding-3574977 pada 24 Desember 2020. Lothian, J. A. (2005). The birth of a breastfeeding baby and mother. The Journal of Perinatal Education, 14(1), 42-45. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1595228/ Trifiana, A. 2019. Pijat Oksitosin, Solusi Ketika ASI Seret. Sehatq. Diakses dari situs https://www.sehatq.com/artikel/asi-seret-manjakan-busui-dengan-pijat-oksitosin pada 25 Desember 2020. World Health Organization. 2009. Infant and Young Child Feeding: Model Chapter for Textbooks for Medical Students and Allied Health Professionals. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK148970/ Crider, C. 2020. Postpartum Massage Can Help Recovery After Birth. Healthline. Diakses dari situs https://www.healthline.com/health/postpartum-massage#benefits pada 25 Desember 2020. Morhenn, V., Beavin, L. E., & Zak, P. J. (2012). Massage increases oxytocin and reduces adrenocorticotropin hormon in humans. Alternative therapies in health and medicine, 18(6), 11. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23251939/ Pilaria, E., & Sopiatun, R. (2018). Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Postpartum Di Wilayah Kerja Puskesmas Pejeruk Kota Mataram Tahun 2017. Jurnal Kedokteran Yasri, 26(1), 26.
2022-12-18
Bayi yang baru lahir memiliki gerakan refleks yang merupakan respon secara tidak sadarnya terhadap stimulus tertentu. Stimulus dapat berupa sentuhan atau menggerakkan anggota tubuh tertentu. Refleks pada bayi yang baru lahir ini sering disebut dengan refleks primitive. Oleh para praktisi kesehatan, refleks primitive ini digunakan sebagai suatu metode screening sederhana untuk mendiagnosis integritas dari sistem saraf pusat bayi.[1] Gerakan-gerakan spontan ini muncul dari bayi baru lahir dan akan hilang sendirinya seiring bertambahnya usia bayi. Mengetahu jenis-jenis refleks dapat membantu memantau tumbuh kembang bayi. Berikut beberapa macam refleks bayi baru lahir yang dapat diperhatikan [2]: Refleks mencari (rooting reflex) Refleks yang satu ini mungkin tidak asing dan mudah diperhatikan di masa awal-awal kelahiran. Rooting reflex ini refleks yang dilakukan bayi ketika mencari sumber makanannya atau payudara ibu. Refleks ini sudah dikenal bayi sejak usianya 32 minggu di dalam kandungan. Rooting reflex ini sangat membantu pada bayi yang baru lahir untuk menyusu langsung pada ibunya. Bayi akan memutar kepala ketika pipinya menyentuh payudara ibu untuk mencari putting. Refleks ini biasanya akan mulai perlahan menghilang saat bayi berumur 3 minggu. Menghisap (Sucking reflex) Refleks menghisap bisa akan terstimulasi ketika bagian langit-langit mulut bayi tersentuh, bayi secara refleks akan melakukan gerakan menghisap. Sebenarnya, bayi sudah mengenal refleks ini sejak usianya masih 14 minggu di dalam embrio. Ini merupakan bagian dari kemampuan mereka untuk makan dan bertahan hidup. Refleks ini berguna untuk kemampuan menyusu bayi dan biasanya mulai sempurna saat ia berusia 36 minggu di dalam kandungan. Inilah mengapa bayi yang prematur cenderung tidak mahir menyusu. Menggenggam (Grasp reflex) Saat menyentuh telapak tangan bayi, ia busa menggenggam dengan erat jari yang disentuhkan. Gerakan sederhana disebut refleks mengggenggam atau grasp reflex. Refleks menggenggam ini akan perlahan menghilang ketika bayi berusia 5-6 bulan. Tak hanya jari orangtua, refleks menggenggam ini bisa dilakukan bayi tanpa sadar pada objek apapun yang berada di sekitar tangannya. Asymmetric tonic neck reflex (ASTNR) Refleks yang satu ini biasanya dapat dilihat dengan cara memutar kepala bayi ditengokkan ke satu sisi, maka ia akan memanjangkan lengan dan kaki di sisi yang sama, juga menekuk lengan dan kaki di sisi yang berlawanan. Posisi ini sering disebut dengan posisi anggar karena serupa dengan posisi pemain anggar saat bermain. ASTNR ini membantu bayi memutar kepalanya saat tengkurap. Selain itu, ATNR juga merupakan awal dari koordinasi tangan dan mata. Refleks ini akan hilang sepenuhnya ketika bayi berusia 3 bulan. Refleks Babinski Refleks Babinski ini dapat di stimulasi dengan cara menggoreskan jari secara halus ke telapak kaki bayi dari tumit, ke sisi luar telapak kaki, hingga ke bawah ibu jarinya. Ibu jari kakinya akan mengarah ke atas dan jari-jari lainnya akan terbuka. Refleks Babinski ini umumnya akan menetap hingga bayi berusia 2 tahun, tapi bisa juga menghilang sejak usia 1 tahun. Refleks melangkah (stepping reflex) Refleks melangkah dapat di stimulasi dengan mengangkat tubuh bayi dan kakinya disentuhkan dengan permukaan padat, seperti tanah atau lantai. Gerakan yang terjadi dari stimulasi tersebut adalah bayi menyerupai orang yang berjalan dan secara refleks, bayi akan meletakkan satu kaki di depan kaki lainnya sebagai upaya untuk melangkah. Refleks ini perlahan akan menghilang saat usianya menginjak 2-5 bulan. Namun, memori tentang refleks ini tetap ada. Residu dari memori ini membantu bayi saat belajar berjalan di usia satu tahun. Moro reflex Moro reflex terjadi ketika bayi mendengar bunyi yang mengagetkan. Saat dikagetkan, bayi yang baru lahir akan mengangkat kedua tangannya ke atas dan mengarah ke luar. Selain itu, kepala dan kakinya juga memanjang seperti sedang stretching. Moro reflex adalah refleks yang sudah dilakukan bayi sejak usianya 28 minggu dalam kandungan. Symmetric tonic neck reflex (STNR) STNR ini akan terlihat jelas ketika usia bayi menyentuh 6 - 9 bulan. Refleks ini menggantikan ATNR yang mulai menghilang di usia itu.Ketika kepala bayi maju ke depan, kedua tangannya menekuk dan kakinya menjadi lurus. Hal sebaliknya terjadi ketika kepalanya mundur, kedua tangan lurus dan kaki menekuk. Hal ini berarti bayi sedang belajar menggerakkan bagian tubuh atas dan bawah secara terpisah. Namun untuk belajar merangkak, refleks ini harus dihilangkan. Umumnya, refleks STNR akan hilang sepenuhnya ketika anak berusia satu tahun. Seiring dengan tumbuh kembang dan kematangan system saraf pusat bayi, gerakan refleks primtif seperti yang disebutkan diatas akan perlahan menghilang. Gerakan-gerakan refleks atau gerakan ‘yang tidak dikehendaki’ akan digantikan oleh gerakan yang lebih terkendali. *** Sumber : Vargiami, E., & Zafeiriou, D. I. (2019). Primitive Reflexes. The Encyclopedia of Child and Adolescent Development, 1-14. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/9781119171492.wecad010 Lewis, R. 2019. What Are the Primitive Reflexes and How Are They Useful?. Healthline. Diakses dari situs https://www.healthline.com/health/baby/primitive-reflexes pada 7 Januari 2021.